KPK kawal proses pemindahan ibu kota baru untuk cegah korupsi
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengawal proses pemindahan ibu kota negara baru sebagai upaya untuk mencegah terjadinya praktik tindak pidana korupsi.
"KPK turut mengawal upaya-upaya persiapan-persiapan dan sebagainya terkait dengan kepindahan ibu kota itu," ujar Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Ali mengatakan hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan terjadinya korupsi dalam proses pemindahan ibu kota negara baru ke Provinsi Kalimatan Timur.
Apalagi, kata dia, akan banyak proyek-proyek pembangunan infrastruktur di ibu kota negara baru yang perlu mendapat pengawasan dari KPK.
"Karena ini kan nanti ada infrastruktur, ada proses-proses konsep dan sebagainya yang saya kira itu sangat besar, sangat luas, yang perlu harus ada pengawasan bersama selain dari KPK yang kemudian di situ juga turut serta untuk melakukan pengawasan," tutur Ali.
Pemerintah menargetkan tahun 2024 ibu kota negara Indonesia sudah pindah ke ibu kota baru yang terletak di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Kontur lokasi ibu kota baru berbukit-bukit karena merupakan bekas hutan tanaman industri seluas 256 ribu hektare ditambah dengan kawasan cadangan sehingga totalnya mencapai 410 ribu hektare dengan kawasan inti seluas 56 ribu hektare.
Nantinya ibu kota baru akan terbagi menjadi sejumlah klaster yaitu klaster pemerintahan seluas 5.600 hektare, klaster kesehatan, klaster pendidikan serta klaster riset dan teknologi.
Diperkirakan biaya pembangunan ibu kota baru itu mencapai Rp466 triliun, yakni 19 persen di antaranya berasal dari APBN dan sisanya akan berasal dari KPBU (Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha) serta investasi langsung swasta dan BUMN.
"KPK turut mengawal upaya-upaya persiapan-persiapan dan sebagainya terkait dengan kepindahan ibu kota itu," ujar Pelaksana tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri di Gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Ali mengatakan hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan terjadinya korupsi dalam proses pemindahan ibu kota negara baru ke Provinsi Kalimatan Timur.
Apalagi, kata dia, akan banyak proyek-proyek pembangunan infrastruktur di ibu kota negara baru yang perlu mendapat pengawasan dari KPK.
"Karena ini kan nanti ada infrastruktur, ada proses-proses konsep dan sebagainya yang saya kira itu sangat besar, sangat luas, yang perlu harus ada pengawasan bersama selain dari KPK yang kemudian di situ juga turut serta untuk melakukan pengawasan," tutur Ali.
Pemerintah menargetkan tahun 2024 ibu kota negara Indonesia sudah pindah ke ibu kota baru yang terletak di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan di sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Kontur lokasi ibu kota baru berbukit-bukit karena merupakan bekas hutan tanaman industri seluas 256 ribu hektare ditambah dengan kawasan cadangan sehingga totalnya mencapai 410 ribu hektare dengan kawasan inti seluas 56 ribu hektare.
Nantinya ibu kota baru akan terbagi menjadi sejumlah klaster yaitu klaster pemerintahan seluas 5.600 hektare, klaster kesehatan, klaster pendidikan serta klaster riset dan teknologi.
Diperkirakan biaya pembangunan ibu kota baru itu mencapai Rp466 triliun, yakni 19 persen di antaranya berasal dari APBN dan sisanya akan berasal dari KPBU (Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha) serta investasi langsung swasta dan BUMN.