KPPPA pastikan kasus perundungan gunakan sistem peradilan pidana anak

id Perundungan Anak Malang,Perundungan di Sekolah,Valentina Gintings,Pelindungan Anak

KPPPA pastikan kasus perundungan gunakan sistem peradilan  pidana anak

Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang Zubaidah saat melakukan pertemuan tertutup dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Malang Komisi D, untuk memberikan keterangan terkait kasus perundungan yang menimpa salah seorang pelajar berinisial MS, Rabu (12/2/2020). ANTARA/Vicki Febrianto

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak akan menyerahkan penanganan hukum kasus perundungan terhadap salah satu murid SMP negeri di Malang kepada polisi, tetapi akan memastikan polisi menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

"Karena pelaku masih usia anak, yaitu 13 tahun, maka mengacu pada Sistem Peradilan Pidana Anak maka proses hukumnya harus berdasarkan keadilan restoratif," kata Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi Valentina Gintings melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Sabtu.

Valentina mengatakan keadilan restoratif pada Sistem Peradilan Pidana Anak mengusung keadilan yang bersifat memulihkan, baik untuk pelaku maupun korban.



Salah satu bentuk keadilan restoratif adalah diversi maupun restitusi. Diversi dapat diberikan dalam bentuk pengembalian kerugian demi kepentingan terbaik anak korban maupun anak pelaku, sedangkan restitusi berupa ganti rugi akibat penderitaan yang ditimbulkan dari tindak pidana berupa penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis.

Apalagi, menurut dia, sejauh ini pelaku sudah membuat surat pernyataan untuk menanggung biaya pengobatan korban.

"Para pelaku masih terus didampingi psikolog agar tidak mengalami trauma dan mendapatkan keadilan restoratif sehingga dapat kembali bersekolah," tuturnya.



Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memiliki program disiplin positif yang ditujukan untuk mencegah kekerasan terjadi di sekolah dengan melibatkan guru.

"Untuk kasus kekerasan, upaya pencegahan menjadi prioritas dengan memperkuat sistem pelindungan anak mulai dari sekolah, rumah, dan lingkungannya. Salah satunya melalui peningkatan pemahaman tenaga pendidik mengenai disiplin positif," katanya.

Disiplin positif diterapkan dengan membuka ruang dialog antara guru dan murid terkait dengan persoalan yang dihadapi murid. Bila hal itu ditanamkan, Valentina meyakini kasus kekerasan tidak akan terjadi di sekolah.