BKSDA : Populasi harimau di Sumatera Selatan 17 ekor

id harimau,bksda,sumsel,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara sumsel hari ini, palembang hari ini

BKSDA : Populasi harimau di Sumatera Selatan 17 ekor

Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Sumatera Selatan Ahmad Najib menandatangani komitmen para pihak untuk berkolabrasi dalam penanganan koflik dengan satwa liar pada Lokakarya Penanganan Konflik Manusia dan Satwa Liar di Palembang, Senin (10/2). (ANTARA/Dolly Rosana/20)

Palembang (ANTARA) - Badan Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Sumatera Selatan mencatat jumlah populasi harimau di provinsi itu sebanyak 17 ekor yang tersebar di sejumlah kabupaten dan kota.

Kepala Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumsel Genman S Hasibuan di Palembang, Senin, mengatakan jumlah ini ada kemungkinan bertambah karena sempat ditemukan jejak kelahiran di beberapa lokasi.

“Jumlahnya bisa saja bertambah karena ada jejak kelahiran, sementara untuk kasus pembunuhan maupun perburuan selama tiga tahun terakhir ini belum pernah saya temukan,” katanya saat Lokakarya Penanganan Konflik Manusia dan Satwa Liar.

Genman memaparkan harimau sumatra tersebar di Pagaralam, Lahat, Muara Enim, OKU Selatan, OKU, Musi Rawas Utara, Banyuasin dan Musi Banyuasin.

Namun demikian, BKSDA mencatat populasi terbanyak ada di lansekap Rejang Lebong yakni di Pagaralam, Lahat, Muara Enim dan dan OKU Selatan.

Menurutnya, memang untuk saat ini konflik yang terjadi antara manusia dan satwa liar cukup banyak sejak tiga bulan terakhir, terutama di Pagaralam, Lahat dan Muara Enim.

Bahkan pada pertengahan Januari 2020 lalu sudah ditangkap satu ekor harimau sumatra di Muara Enim yang diduga telah melukai dan membunuh beberapa orang di Sumsel.

Saat ini harimau tersebut sudah dievakuasi di Lampung dan sedang dilakukan observasi dan penelitian mengenai perilaku harimau itu.

"Konflik bisa terjadi karena habitat harimau terganggu, juga karena rantai makanannya sudah habis dan terputus. Penanganan untuk kasus ini tidak mudah, melainkan membutuhkan proses, butuh waktu yang lumayan lama," kata dia.

Genman menjelaskan, selama habitat terganggu maka risiko konflik antara manusia dan harimau tetap tinggi.

Oleh karena itu semua pihak perlu kesadaran dan komitmen untuk sama-sama menjaga habitatnya dan mengembalikan habitat harimau seperti semula.

Sementara itu, Direktur Proyek Kelola Sendang-Zoological Society of London Damayanti Buchori mengatakan upaya penanggulangan konflik antara manusia dan satwa liar memang harus segera dilakukan.

Bukan hanya oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota melainkan juga semua stakeholder dan peranan masyarakat.

"Kami sendiri mengusung lansekap, dalam upaya penanganan konflik ini perlu mempertimbangkan banyak hal, diantaranya tata guna lahan. Ini penting. Kami tidak bisa bergerak sendiri,” kata dia.

Pihaknya berkoordinasi dengan KLHK, BKSDA dan pemerintah daerah untuk melakukan kajian itu, target kami dapat membantu survey populasi harimau di lapangan.

"Kami membantu dengan menyediakan ratusan kamera trap, dan peralatan lain. Berdasar data dari BKSDA Sumsel memang ada 17 ekor harimau di Sumsel," kata dia.

Sementara itu, Asisten I Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Sumsel Ahmad Najib mengatakan Pemprov Sumsel sejak awal berkomitmen untuk menanggulangi konflik antara manusia dan satwa liar.

Apalagi selama tiga bulan terakhir, jumlah konfliknya di Sumsel meningkat drastis di beberapa kabupaten kota di Sumsel.

"Sejak November hingga Desember 2019, sedikitnya ada tujuh kasus konflik manusia dengan harimau sumatra yang terjadi di Lahat, Pagaralam, dan Muara Enim,” kata dia.

Dari kasus tersebut ada 5 korban jiwa dan 2 orang korban luka-luka.