KPPPA : Perlu kerja ekstra keras turunkan angka perkawinan anak

id Perkawinan Anak,Pelindungan Anak,Indonesia Layak Anak,Lenny N Rosalin,IDOLA 2030,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, ant

KPPPA : Perlu kerja ekstra keras turunkan angka perkawinan anak

Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin (dua kanan), Direktur Rumah Kitab Lies Marcus (kiri), dan Ketua Pengurus Harian Yayasan Kesehatan Perempuan Zumrotin K Susilo (dua kiri) dalam bincang media yang bertema "Gerak Langkah Bersama dalam Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak Menuju Indonesia Layak Anak" dan dimoderatori Gender Project Officer UNFPA untuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Sri Wahyuni di Jakarta, Jumat (7/2/2020). (ANTARA/Dewanto Samodro)

Jakarta (ANTARA) - berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara sumsel hari ini, palembang hari iniDeputi Tumbuh Kembang Anak pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin mengatakan perlu kerja ekstra keras yang melibatkan banyak pihak untuk menurunkan angka perkawinan anak.

"Strategi harus mulai dilakukan. Pemerintah akan merangkul semakin banyak pihak dan melakukan komunikasi publik yang baik kepada masyarakat," kata Lenny dalam bincang media terkait perkawinan anak yang diadakan di Jakarta, Jumat.

Lenny mengatakan pemerintah menyasar penurunan angka perkawinan anak perempuan menjadi 8,74 persen pada 2024 dari 11,21 persen pada 2018.

Sementara itu, dalam rentang 10 tahun, prevalensi perkawinan anak perempuan di Indonesia terus menurun dari 14,67 persen menjadi 11,21 persen.

"Mengapa fokusnya pada anak perempuan? Karena prevalensi perkawinan anak perempuan lebih tinggi dari daripada anak laki-laki," tuturnya.

Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional 2018, prevalensi perempuan usia 20 tahun hingga 24 tahun yang menikah sebelum 18 tahun adalah 11,2 persen. Itu artinya satu dari sembilan perempuan menikah saat masih anak-anak.

Sedangkan prevalensi laki-laki usia 20 tahun hingga 24 tahun yang menikah sebelum 18 tahun adalah 1,06 persen atau satu dari 100 laki-laki menikah saat masih anak-anak.

Lenny mengatakan salah satu strategi untuk mencegah perkawinan anak adalah dengan memberikan pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi kepada anak sejak dini.

"Anak perempuan yang kawin kebanyakan hanya lulusan SD dan SMP. Maka pendidikan seksual dan kesehatan reproduksi harus diberikan sejak SD," katanya.

Selain penguatan kepada anak, katanya, penguatan sebagai upaya pencegahan perkawinan anak juga harus dilakukan kepada keluarga, masyarakat, aparat di pengadilan agama dan kantor urusan agama, serta pemerintah daerah.

Lenny menjadi salah satu narasumber dalam bincang media yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang bertema "Gerak Langkah Bersama dalam Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak Menuju Indonesia Layak Anak".

Selain Lenny, narasumber lain adalah Direktur Rumah Kitab Lies Marcus dan Ketua Pengurus Harian Yayasan Kesehatan Perempuan Zumrotin K Susilo.