LIPI : Laju mutasi coronavirus tergolong cepat picu virus jenis baru

id Virus corona,mutasi virus, LIPI

LIPI : Laju mutasi coronavirus tergolong cepat picu virus jenis baru

Petugas rumah sakit menunjukkan ruangan isolasi khusus untuk menangani pasien yang menderita penyakit pneumonia berat akibat terjangkit wabah novel Coronavirus (nCoV) di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi, Semarang, Jawa Tengah, Jumat (24/1/2020). ANTARA FOTO/Aji Styawan/ama.

Jakarta (ANTARA) - Peneliti bidang mikrobiologi dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Umum (LIPI) Sugiyono Saputra mengatakan coronavirus memiliki laju mutasi yang sangat cepat dibandingkan dengan jenis virus yang lain seperti double stranded DNA (dsDNA) virus sehingga kemunculan kejadian luar biasa dapat berlangsung cepat dan tidak terduga, seperti munculnya virus corona yang merupakan jenis baru di China.

"Sedangkan pada kasus terbaru, material genetik dari 2019-nCoV (virus corona yang muncul di China) merupakan rekombinasi dari material genetik virus yang berasal dari kelelawar dan ular," kata Sugiyono dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jakarta, Jumat,

Rekombinasi material genetik virus corona itu adalah gabungan antara bagian selubung virus dari coronavirus asal kelelawar yang dikenal dapat menginfeksi manusia dan dari material genetik coronavirus yang berasal dari ular.

Menurut Sugiyono, hipotesis tersebut diangkat berdasarkan data terbaru yang dipublikasikan pada Journal of Medical Virology, hipotesis tersebut menjelaskan bahwa kode-kode protein atau material genetik virus corona yang muncul di China atau 2019-nCoV memiliki kesamaan dengan material genetik yang berasal dari ular. Data tersebut diketahui setelah membandingkannya dengan lebih dari 200 jenis coronavirus dari berbagai hewan.

Spesies ular tersebut adalah Bungarus multicinctus atau the many-banded krait dan Naja atra atau the Chinese cobra.



Sugiyono menuturkan selubung virus atau viral spike merupakan bagian yang akan menempel atau menginfeksi sel inangnya jika memiliki reseptor yang sesuai.

"Mutasi bagian inilah yang menyebabkan coronavirus dari ular tersebut dapat menginvasi sel-sel pada saluran pernapasan manusia," tuturnya.

Namun Sugiyono mengatakan masih diperlukan penelitian menyeluruh untuk menyimpulkan asal virus 2019-nCoV, yang merupakan bagian dari sub-kelompok kecil betacoronavirus, melalui identifikasi di tempat kerja dan laboratorium lebih lanjut.

"Para ilmuwan menduga bahwa mamalia adalah kandidat yang paling mungkin, seperti yang telah tervalidasi pada kasus SARS dan MERS sebelumnya," tuturnya.



Beberapa jenis coronavirus dikenal dapat menyebabkan infeksi akut pada saluran pernapasan bagian atas maupun bawah pada manusia, diantaranya adalah Severe Acute Respiratory Syndrome-related Coronavirus (SARS-CoV) yang mengalami kejadian luar biasa di Tiongkok pada tahun 2002, Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) yang mengalami kejadian luar biasa di Arab Saudi pada tahun 2012, dan yang terakhir adalah virus corona yang diidentifikasi Organisasi Kesehatan Dunia dengan nama novel Coronavirus (2019-nCoV) yang laporan gejala awalnya terjadi di Wuhan, Tiongkok pada 31 Desember 2019 lalu.

"Penelitian menunjukkan ketiga jenis coronavirus yang bersifat mematikan terhadap manusia tersebut berasal dari kelelawar yang berperan sebagai perantara alaminya," ujar Sugiyono.

Menurut Sugiyono, walaupun memungkinkan namun interaksi langsung antara kelelawar dengan manusia sangat jarang. Namun, virus tersebut dapat menginfeksi hewan lain sebagai perantara, dan hewan perantara tersebut yang lebih sering berinteraksi langsung dengan manusia.

Pada kasus SARS hewan perantaranya adalah mamalia kecil seperti kelelawar, musang, dan rakun. Pada kasus MERS hewan perantaranya adalah unta.

Sugiyono mengatakan penyebaran virus itu secara global juga dapat terjadi dengan mudah dikarenakan mobilitas manusia yang tinggi.