Seorang nenek diduga dianiaya cucu sebut tak ada perilaku KDRT

id Remaja aniaya nenek, meruya selatan, kembangan, satuan polisi pamong praja jakarta barat,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palemb

Seorang nenek diduga dianiaya cucu sebut tak ada perilaku KDRT

Remaja diduga penganiaya nenek, ZF, saat dimintai keterangan soal dugaan KDRT di Kantor Kelurahan Meruya Selatan, Jakarta Barat, Selasa (13/1/2020). (ANTARA/DEVI NINDY)

Jakarta (ANTARA) - Nenek Wati (50) yang diduga dianiaya oleh cucunya berinisial ZF (14) menyebut tak ada perilaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang disangkakan kepada cucunya itu, saat Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Barat mendatangi kontrakannya.

Wati mengaku heran, karena Satpol PP Jakarta Barat bertindak atas dasar laporan warga yang merasa kasihan kepadanya dan meminta ZF diamankan karena diduga melakukan kekerasan.

"Itu enggak pernah sampai dianiaya, atau sampai luka itu enggak pernah. Ya cuma diancam aja namanya remaja ya," kata Wati di kediamannya di kawasan Meruya Selatan, Kembangan, Jakarta Barat, Selasa.

Wati menjelaskan ZF memang anak susah diatur dan suka membantah dengan nada keras apabila dididik olehnya.

Selain itu, ZF seringkali mengajak teman-temannya berkumpul di rumahnya hingga larut malam dan membuat warga sekitar terganggu.

Namun ia heran karena hal tersebut berlebihan, jika hal itu menjadi aduan warga kepada pihak Satuan Polisi Pamong Praja dan menyebutnya sebagai tindak kekerasan.

Sebab, menurut dia, apa yang dilakukan ZF hanya sebatas makian karena emosi  dan dia sayang terhadap ZF. Wati menolak ketika sang cucu hendak dibawa ke polisi.

ZF dan dua temannya  diamankan dari rumah kontrakan tersebut, dan dibawa ke Kantor Kelurahan Meruya Selatan. Setelahnya, mereka dipulangkan kembali setelah diminta menandatangani surat pernyataan di atas materai dengan disaksikan pengurus RT dan RW dan Satpol PP.

Isinya untuk tak mengulangi hal serupa, yakni bersikap kasar terhadap sang nenek dan membawa temannya hingga larut malam yang membuat warga terganggu.

"Awalnya mau dibawa ke panti sosial, tapi saya enggak mau nanti dia siapa yang urus. Makanya bikin surat perjanjian dan semoga saja dia sadar," kata Wati.