Penetapan Wabup OKU sebagai tersangka korupsi dinilai cacat hukum

id korupsi, praperadilan, cacat hukum, kasusu korupsi lahan kuburan, korupsi pengadaan lahan pemakaman, wabup oku tersanhka

Penetapan Wabup OKU sebagai  tersangka korupsi dinilai cacat hukum

Suasana sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Baturaja, Kamis (9/1). ANTARA/HO

Palembang (ANTARA) - Kuasa hukum Wakil Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) Johan Anuar, Titis Rachmawati, menilai penetapan status tersangka kasus korupsi oleh penyidik Ditreskrimsus Polda Sumatera Selatan  terhadap kliennya itu cacat hukum.

"Apa yang diungkapkan saksi ahli dalam proses persidangan praperadilan di Pengadilan Negeri Baturaja beberapa hari lalu sudah jelas bahwa kasus yang disangkakan kepada klien kami tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," kata kuasa hukum Wakil Bupati OKU di Palembang, Sabtu.

Kasus hukum yang menjerat Johan Anuar sudah berjalan lebih dari 3 tahun, menurut dia, terlihat jelas apa yang telah dilakukan oleh penyidik terhadap kliennya banyak hal-hal yang melanggar prosedur.

Sebelum ditetapkan sebagai calon tersangka, pemohon tidak melalui tahapan penyelidikan dan penyidikan, tiba-tiba saja Johan Anuar ditetapkan menjadi tersangka.

"Ini aneh, bahkan terkesan lucu. Itulah sebabnya kami menilai penetapan sebagai tersangka terhadap klien kami adalah cacat hukum," kata Titis.

Penegakan hukum mulai dari pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan diharapkan bisa dilakukan dengan sebenarnya. Jika sampai gugatan ini tidak dikabulkan, penegakan hukum di negara ini patut dipertanyakan apakah masih ada keadilan yang memang benar seadil-adilnya berdasarkan yang sebenarnya.

Ia berharap hakim yang menangani praperadilan terhadap penetapan tersangka korupsi tersebut bisa melihat, menilai sendiri, serta berani dalam mengambil keputusan secara adil.

Sementara itu, dalam sidang gugatan praperadilan Wakil Bupati OKU Johan Anuar terhadap Polda Sumsel atas penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah pemakaman digelar di Pengadilan Negeri Baturaja, Kamis (9/1).

Sidang yang pimpin oleh Agus Sapuan Amijaya yang juga Wakil Ketua PN Baturaja memasuki agenda mendengarkan saksi ahli pidana Dr. Mahmud Mulyadi, S.H., M.Hum.

Saksi ahli dalam penjelasannya di persidangan mengatakan bahwa  penetapan tersangka kepada Johan Anuar tidak sah dan cacat hukum karena telah dilakukan dua kali dengan objek kasus yang sama.

"Jelas tidak sah karena penetapan status tersangka Wabup OKU membingungkan. Ada satu perkara dibuat dua surat perintah penyidikan (sprindik), dua laporan polisi, sementara yang pertama saja belum ada surat pemberitahuan penghentian penyidikan (SP3)," kata saksi ahli.

Menurut dia, seharusnya penyidik Polda Sumsel mengeluarkan SP3-nya untuk kasus yang pertama, baru bila ada kekeliruan dalam SP3 itu dapat dibuat laporan polisi yang kedua atau laporan polisi yang baru.

Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa dan memutuskan sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan terhadap tersangka. Jika memang kasus penetapan tersangka ini di luar prosedur, kata Mahmud, ada hak yang harus diterima Johan Anuar, yakni dipulihkan nama baiknya.

Sebaliknya, jika proses hukum yang tengah berlangsung ujungnya memutuskan memang benar dan terbukti bersalah, lanjut dia, harus ada alat bukti dan lainnya, jangan dibuat-buat atau terkesan dipaksakan menghukum Wabup OKU itu.

Sementara itu, Wakapolda Sumsel Brigjen Pol. Rudi Setiawan mengatakan bahwa pihaknya berupaya meningkatkan penanganan tindak pidana korupsi di provinsi dengan 17 kabupaten dan kota yang telah berjalan cukup baik pada tahun 2019.

"Penanganan korupsi pada tahun 2019 cukup baik, ada 44 tersangka yang diamankan dengan uang negara yang diselamatkan dari tangan koruptor itu sebanyak Rp16 miliar," kata Rudi.

Untuk meningkatkan penangan kasus korupsi, pihaknya berupaya aktif menindaklanjuti setiap pengaduan masyarakat terkait dengan dugaan penyimpangan uang negara oleh pejabat pemerintah daerah setempat.

Mengenai kasus dugaan korupsi pengadaan lahan kuburan/pemakaman yang dilakukan Wakil Bupati Ogan Komering Ulu Johan Anwar, yang beberapa tahun sebelumnya sempat dihentikan (SP3), kini dibuka kembali setelah ditemukan bukti baru.

Kasus korupsi yang sempat terhenti penyidikannya meskipun sudah cukup lama, menurut Wakapolda, sepanjang bisa dibuka kembali dengan adanya bukti-bukti baru akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum.