Jalan gelap kasus Novel Baswedan yang mulai temui titik terang

id Kasus Novel Baswedan,kasus novel

Jalan gelap kasus Novel Baswedan  yang mulai temui titik terang

Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aa.

Jakarta (ANTARA) - Pengungkapan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan yang gelap selama hampir 2,5 tahun, kini mulai menemui titik terang setelah Kepolisian berhasil mengamankan dua orang tersangka yang menjadi pelaku penyiraman.

Terkuaknya sosok pelaku berinisal RB dan RM, yang diketahui merupakan anggota Polri aktif, tidak lepas dari kerja keras jajaran kepolisian di bawah komando Kapolri Jenderal Pol Idham Azis.

Setelah resmi dilantik sebagai kapolri pada awal November 2019 lalu, mantan Kabareskrim itu memang mendapat tugas khusus dari Presiden Joko Widodo untuk sesegera mungkin mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap Novel.

Jokowi kala itu meminta Idham menuntaskan pengungkapan kasus teror terhadap penyidik KPK itu dengan tenggat waktu hingga awal Desember. Polri pun menjanjikan pengungkapan kasus Novel akan diselesaikan sebelum pergantian tahun.

Pada akhirnya Idham berhasil memenuhi janji tersebut. Atas capainnya itu, dia memperoleh apresiasi dari banyak pihak, termasuk Ketua KPK, Firli Bahuri.



"Saya selaku Pimpinan, Ketua KPK menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya, terima kasih kepada jajaran kepolisian di bawah nakhoda Kapolri Jenderal pol Idham Azis," ujar Firli di Gedung KPK, Jakarta, Jumat

Firli mengatakan keberhasilan aparat kepolisian dalam mengungkap pelaku penyiraman terhadap Novel menjadi jawaban atas pertanyaan publik selama ini.

"Saya menyampaikan sukses dan selamat kepada seluruh jajaran kepolisian ini adalah jawaban yang sudah lama ditunggu oleh rakyat Indonesia," ujar Firli.

Hingga saat ini Kepolisian masih melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap kedua tersangka penyiraman Novel Baswedan untuk mengetahui informasi lebih lanjut mengenai motif para pelaku.

Alur peristiwa

Novel disiram air keras oleh dua pria tidak dikenal di dekat rumahnya, di Jalan Deposito, depan Masjid Al Ikhsan RT 03/10 Kelapa Gading, Jakarta Utara, usai shalat Subuh pada 11 April 2017, pukul 05.10 WIB.

Pelaku menyiram air keras dari motor yang dikendarainya. Saat Novel menengok ke belakang, ia langsung disiram.

Akibat kejadian itu, Novel mengalami luka pada bagian wajah dan bengkak bagian kelopak mata kiri, sedangkan pelaku melarikan diri setelah menyiramkan larutan asam sulfat itu.

Ia dilarikan ke RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, lalu dipindahkan ke RS Jakarta Eye Center (JEC) untuk mendapatkan perawatan intensif. Keesokan harinya, 12 April 2017, ia diterbangkan ke salah satu rumah sakit di Singapura.

Wakapolri saat itu, Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Syafruddin, meminta Kapolda Metro Jaya Irjen Muhammad Iriawan menangani kasus itu.

Iriawan mengatakan polisi langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Dia menyebut bahwa air keras yang digunakan untuk menyiram Novel ditempatkan dalam wadah cangkir.

Polisi pun mengatakan sudah memeriksa belasan saksi serta rekaman CCTV di rumah Novel terkait dengan perkara itu.



Selama dirawat di Singapore National Eye Centre (SNEC), Novel ditangani dokter ahli Telinga Hidung Tenggorokan (THT) dan hasil pemeriksaannya terdapat luka bakar akibat asam di rongga hidung Novel. Ia ditemani istrinya, Rina Emilda dan ibundanya. Penyidik KPK juga secara bergantian berjaga di tempat itu.

Rongga hidung sebelah kanan mengalami luka bakar di bagian luar rongga, sedangkan rongga hidung sebelah kiri mengalami luka bakar sampai bagian atas rongga hidung yang terletak dekat mata.

Pada 10 Mei 2017, Polda Metro Jaya mengamankan seorang pria bernama Ahmad Lestaluhu yang sempat dicurigai sebagai pelaku penyiraman, akan tetapi keesokan harinya, pria itu dibebaskan karena polisi mengedepankan asas praduga tidak bersalah. Lestaluhu adalah petugas keamanan salah satu spa di wilayah Jakarta.

Pada 18 Mei 2017, Polda Metro Jaya juga mengamankan seorang pria bernama Miko yang diduga terlibat penyerangan terhadap Novel karena ia pernah membuat video di Youtube yang menyampaikan bahwa ia merasa ditekan Novel Baswedan saat menjalani pemeriksaan kasus suap kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

Namun, pada 19 Mei 2017, Miko dibebaskan karena penyidik memastikan Miko berada di luar Jakarta saat penyerangan terjadi. Beberapa bulan setelah itu, belum ada kemajuan berarti atas pengusutan perkara ini.

Hingga pada hari ke-65 pascakejadian, Novel pun bersuara mengenai pelaku penyerangannya dalam wawancara dengan media asing Time di Singapura.

Novel mengungkapkan ada seorang jenderal polisi terlibat dalam insiden itu karena setelah dua bulan dan kasus itu belum juga selesai.

Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian pada 19 Juni 2017 bahkan pernah menemui pimpinan KPK di gedung KPK untuk membahas pengungkapan kasus Novel. Tapi hasil pertemuan itu hanyalah tawaran bagi KPK "menempel" dalam tim untuk mengusut pelaku penyiraman.

"Bahkan dalam pertemuan tersebut juga ditawarkan, 'silakan kalau mau bergabung temen-teman dari KPK'. Tapi kami juga penyelidik dan penyidik kasus korupsi, bukan pidana umum. Tawaran itu sangat baik, tapi kami evaluasi dulu bantuan apa yang bisa diberikan KPK ke Polri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo pada 19 Juni 2017.

Tujuan pembentukan tim agar informasi Polri dan KPK dapat lebih terbuka.



"Seandainya kita lebih terbuka dengan cara tim dari KPK bisa nempel, misalnya, mengecek alibi orang-orang yang diduga dicurigai ada di dekat rumah Novel, cek alibinya. Istilahnya bahasa Jawa, dikei bersama-sama tim KPK," tambah Tito.

Dalam pertemuan itu, Tito juga mengatakan tim dari Polda Metro Jaya sudah memeriksa 56 saksi.

Pada 31 Juli 2017, Tito pun menemui Presiden Joko Widodo untuk menunjukkan sketsa terbaru pelaku penyerangan terhadap Novel Baswedan.

Ia menunjukkan sketsa pria dengan ciri-ciri tingginya sekitar 167-170 cm, berkulit agak hitam, rambut keriting, dan badan cukup ramping.

"Nah kalau kita lihat ini agak berbeda dengan empat orang yang sudah diperiksa sebelumnya. Ada tiga orang yang diperiksa sebelumnya yang tadinya dua bulan sebelum peristiwa ada di sekitar rumah saudara Novel, yaitu dua orang, yaitu H dan M, tapi ciri-cirinya sangat jauh dengan yang ada di peristiwa karena ini tinggi badannya tidak ada yang di atas 160 cm, bahkan yang terakhir yang kita amankan namanya Lestaluhu berdasarkan keterangan saudara Novel," kata Tito di Kantor Presiden Jakarta, 31 Juli 2017.

Menurut dia, ada lima saksi yang disampaikan Novel dan pihak kepolisian juga sudah menemukan lima orang dan dihadirkan di Polsek Kelapa Gading, yaitu Hasan, Ahmad Lestaluhu, Mukhlis, dan satu anggota Polri dari Polda Metro Jaya.

"Dari empat orang ini semua saksi mengatakan negatif, mereka bukan pelakunya dan kita sudah mendalami empat orang ini alibinya tidak ada di TKP. Sejumlah CCTV sekitar 50 CCTV dalam radius satu kilometer juga sudah kita dapatkan. Berikut ada beberapa sekitar 100 lebih toko kimia yang sudah kita datangi yang menjual H2SO4, ini juga masih dalam pengembangan kita," tuturnya.

Namun, Tito meyakini tidak ada jenderal polisi yang terlibat dalam penyerangan Novel seperti diberitakan.

"Tidak ada jenderal polisi karena keterangan dari tiga orang ini mereka tidak ada hubungannya dengan perkara dugaan penganiayaan ini. Setelah dicek alibi mereka detail jam per jam, menit per menit, jadi saya kira sutradara yang hebat pun akan sulit membuat alibi-alibi seperti itu," ucapnya.

Meski sudah puluhan saksi diperiksa, hingga saat itu pihak kepolisian belum meminta keterangan Novel di Singapura.

Barulah pada 14 Agustus 2017, Novel diperiksa di KBRI Singapura oleh tim dari Polda Metro Jaya.

Dalam pemeriksaan itu, Novel rencananya juga akan ditemani tim dari KPK, termasuk Ketua KPK Agus Rahardjo dan tim penasihat hukumnya saat diperiksa pihak kepolisian.

Saat pemeriksaan tersebut, Novel pun mulai tegas meminta dibentuk Tim Pencari Fakta Independen yang tidak mengandung unsur Kepolisian untuk mengungkap kasusnya.

"Jadi tim gabungan pencari fakta tentunya tidak melibatkan anggota Polri, tapi melibatkan profesional, akademisi dan ahli-ahli lainnya yang kemudian bisa menjadikan suatu kinerja untuk melakukan pendalaman terkait peristiwa itu," ujar Novel di Singapura pada 15 Agustus 2018.

Ia pun mengaku akan mengungkapkan nama jenderal Kepolisian yang sebelumnya ia duga ikut dalam peristiwa penyerangannya itu kepada tim pencari fakta.

"Soal nama jenderal yang saya sebut yang lagi yang saya sampaikan terkait dengan peristiwa-peristiwa teror itu adalah konsumsi untuk tim gabungan pencari fakta karena kalau saya sampaikan ke penyidik itu hanya membebani pekerjaan-pekerjaan mereka yang toh juga tidak akan membuat mereka menyelesaikan tugasnya dengan baik," tambah Novel.

Tepat pada peringatan hari kemerdekaan ke-72 RI, Novel menjalani operasi besar di Singapura, yaitu operasi artifisial yang akan menggunakan gigi sebagai salah satu obat pengganti kornea dan plastik artifisial, sedangkan bagian putih mata akan diganti dengan jaringan gusi.

Pascaoperasi hari itu, Novel masih harus menjalani operasi lanjutan dua bulan ke depan.

Di Tanah Air, dorongan untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) semakin deras meluncur, yaitu dari mantan pimpinan KPK jilid III yaitu Abraham Samad, Busyro Muqoddas, Bambang Widjojanto, Sekjen Transparansi Internasional Indonesia Dadang Trisasongko, peneliti LIPI Mochtar Pabotinggi, aktivis Allisa Wahid, Duta Baca Najwa Shihab.

Selain itu, Direktur Amnesti Internasional di Indonesia Usman Hamid, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asfinawati, mantan Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, dan sejumlah tokoh lainnya.

Hingga akhirnya Novel kembali ke Tanah Air pada 22 Februari 2018, setelah hampir setahun menjalani pengobatan di Singapura.

Pada 27 Juli 2018, Novel kembali bekerja di kantornya di gedung KPK. Pada hari pertamanya bekerja usai peristiwa teror, dia meminta setiap penyerangan ke pegawai KPK untuk diungkap, jangan ditutupi.

"Kita tidak menuduh tapi apa adanya, tidak bicara di wilayah abu-abu, korupsi tidak akan bisa diberantas kalau ditutup-tutupi. Saya mendesak Bapak Presiden untuk mengungkap kasus ini, kenapa Presiden bukan Polri sebagai institusi? Karena polisi tidak mau mengungkap kasus ini, karena itu saya minta ke atasannya polisi," ungkap Novel.

Membentuk TGPF

Pada 8 Januari 2019, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengeluarkan surat nomor Sgas/3/I/HUK.6.6./2019 untuk membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang ditugaskan mengungkapkan kasus ini.

Surat tugas tersebut berlaku selama enam bulan, mulai 8 Januari 2019 sampai 7 Juli 2019 dengan anggota yang berasal dari kalangan akademisi, LSM, mantan pimpinan KPK, Komnas HAM, Kompolnas, penyidik Polri hingga penyidik KPK. Tim diketuai Kabareskrim Komjen Idham Azis.

Setelah enam bulan bekerja, TGPF merilis hasil yang salah satunya merekomendasikan agar Kapolri membentuk tim teknis.

Tujuan tim teknis untuk mendalami keberadaan tiga orang tak dikenal yang diduga terkait dengan perkara tersebut.

"TPF merekomendasikan Kapolri untuk melakukan pendalaman terhadap keberadaan tiga orang dengan membentuk tim teknis dengan kemampuan spesifik yang tidak dimiliki oleh TPF," kata Juru Bicara Tim Pencari Fakta, Nur Kholis, di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (17/7).



Tiga orang yang dicurigai itu adalah seorang tak dikenal yang mendatangi rumah Novel Baswedan pada 5 April 2017 dan dua orang tak dikenal yang berada di dekat tempat wudu Masjid Al Ihsan menjelang Subuh pada 10 April 2017.

Dalam investigasinya, TGPF tidak menemukan alat bukti yang cukup dan meyakinkan bahwa saksi-saksi terlibat melakukan kekerasan terhadap Novel.

Hasil investigasi juga menemukan bahwa penyiraman air keras terhadap wajah Novel bukan untuk membunuh melainkan membuat Novel menderita.

"Serangan bisa dimaksudkan untuk membalas sakit hati atau memberi pelajaran terhadap korban. Serangan itu bisa dilakukan atas dasar kemampuan sendiri atau dengan menyuruh orang lain," imbuhnya.

TGPF menengarai pekerjaan Novel sebagai penyidik KPK yang menangani sejumlah kasus korupsi kelas kakap, berpotensi menimbulkan serangan balik dari orang yang sakit hati atau dendam terhadap Novel.

Hasil rekaman CCTV beresolusi rendah dari rumah Novel tidak dapat mengidentifikasi kendaraan dan dua pengendara motor pelaku penyiraman, kendati TPF telah mendapatkan bantuan teknis dari Australian Federal Police (AFP) untuk memperjelas resolusi gambar.

Membentuk tim teknis

Pada 31 Juli 2019 Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian diketahui telah menandatangani surat perintah penugasan Tim Teknis kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan.

Tim itu dipimpin oleh Kabareskrim Polri Komjen Pol Idham Azis dan beranggotakan puluhan anggota Polri terbaik.

Tim Teknis tersebut langsung bekerja pada 1 Agustus 2019 dengan terlebih dulu mempelajari hasil temuan dari Tim Pencari Fakta (TPF).

KPK ketika itu berharap keberadaan tim teknis yang dibentuk Kapolri Jenderal Tito Karnavian itu bisa segera mengungkap pelaku penyerangan terhadap Novel.

"KPK tentu berharap pelaku penyerangan Novel itu bisa diungkap, bukan hanya pelaku di lapangan yang menyerang saat subuh tersebut, tetapi juga siapa yang menyuruh atau aktor intelektualnya kalau memang ditemukan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah, di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (18/10).

KPK yakin tim teknis Polri akan menyampaikan perkembangan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait pengungkapan kasus penyerangan Novel itu.



Pada 10 Desember 2019 Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa tim teknis pimpinan Kapolri Idham Azis menyampaikan laporan tentang temuan yang cukup signifikan terkait investigasi kasus penyerangan air keras terhadap Novel. Namun, dia tidak menjelaskan mengenai temuan baru itu.

Atas temuan tersebut, Jokowi saat itu menugaskan Idham agar segera mengungkap kasus teror itu sesegera mungkin. Hingga pada Jumat (27/12) Kepolisian mengamankan dua tersangka pelaku penyiraman air keras terhadap Baswedan.

Meski pelaku penyiraman air keras terhadap Novel sudah terungkap, pekerjaan Polri belum selesai.

Kepolisian dituntut untuk terus mengusut sampai pada aktor intelektual atau dalang dari kasus ini.

Terlebih, Novel telah mengungkapkan adanya keterlibatan jenderal polisi dalam kasus tersebut.

Kasus ini belum selesai. Episode terakhir pengungkapan kasus teror yang menyedot perhatian publik selama 2,5 tahun terakhir ini masih ditunggu. Siapakah jenderal polisi itu?