Akademisi: Penambahan presiden tiga periode berpeluang korupsi

id amendeman uud,pengamat politik,harist hijrah,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara hari ini, palembang hari ini

Akademisi: Penambahan presiden tiga periode berpeluang korupsi

Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang Harist Hijrah mengatakan wacana penambahan masa jabatan presiden selama tiga periode berpeluang untuk melakukan kejahatan korupsi.

Lebak (ANTARA) - Dosen Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang Harist Hijrah mengatakan wacana penambahan masa jabatan presiden selama tiga periode berpeluang untuk melakukan kejahatan korupsi.

"Pemimpin absolut dengan kekuasaan terlalu lama sangat tidak baik dan berpotensi melakukan korupsi. Itu terbukti di negara yang kekuasaanya terlalu lama," kata Harist saat dihubungi di Lebak, Banten, Jumat.

Menurut dia, penambahan masa jabatan presiden selama tiga periode tentu harus diamendemen terlebih dahulu UUD 1945 yang mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden sebelumnya dua periode.

Untuk mengubah masa jabatan presiden itu dipastikan perjalanannya cukup panjang dan harus dilihat bagaimana falsafah ideologi juga filosofinya.

Karena itu, pihaknya tidak setuju jika masa jabatan presiden tiga periode juga sangat bertolak belakang dengan spirit reformasi.

"Kita laksanakan saja semangat reformasi dengan masa jabatan presiden dua periode sesuai aturan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 itu," katanya.

Harist yang juga dosen Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Setia Budhi Rangkasbitung mengatakan kekuasaan terlalu lama dipastikan ada kecenderungan untuk melakukan kejahatan korupsi.

Jabatan presiden dan wapres itu tetap dipilih langsung oleh masyarakat dan masa jabatan cukup dua periode.

Sebab, jabatan presiden dan wapres selama dua periode juga merupakan esensi reformasi dan demokrasi sehingga setiap orang berhak menjadi pemimpin,katanya.

Ia juga mengatakan, wacana jabatan presiden tiga periode, karena pemimpin di Indonesia jika berganti pemimpin selalu berubah arah kebijakan.

Padahal, kebijakan pemimpin itu harus konsisten menjalankan "blue print" yang sudah diagendakan arah strategi pembangunan nasional juga pola perencanaan jangka panjang.

Presiden harus konsisten melaksanakan pembangunan dan perencanaan jangka panjang dan jika periode lima tahun terfokus pada pembangunan infrastuktur maka tahun berikutnya menjalankan pembangunan program sumber daya manusia (SDM).

Sebetulnya, ujar dia, arah pembangunan nasional itu sudah jelas bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat menjadi lebih baik di berbagai bagai bidang.

"Kami melihat MPR yang mewacanakan presiden tiga periode itu akibat ketidakpuasan pembangunan karena ganti pemimpin maka ganti pula kebijakan," katanya.