Kemenkeu proyeksi RI keluar dari negara berpenghasilan menengah 2036

id Kementerian Keuangan, Kemenkeu, aifed 2019, ekonomi indonesia, investasi indonesia

Kemenkeu proyeksi RI keluar dari negara  berpenghasilan menengah 2036

Direktur Pusat Kebijakan Makro Ekonomi Kemenkeu Hidayat Amir (kiri) di sela-sela Forum Internasional Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Publik (AIFED) ke-9 di Nusa Dua, Bali. (ANTARA/Dewa Wiguna)

Denpasar, Bali (ANTARA) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memproyeksikan Indonesia akan keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah atau middle income trap tahun 2036 karena salah satunya didorong kekuatan sumber daya manusia (SDM).

"Transformasi ekonomi sudah dilakukan untuk membangun fondasi kuat untuk kemajuan ekonomi Indonesia," kata Direktur Pusat Kebijakan Makro Ekonomi Kemenkeu Hidayat Amir di sela-sela Forum Internasional Pembangunan Ekonomi dan Kebijakan Publik (AIFED) ke-9 di Nusa Dua, Bali, Jumat.

Menurut dia, tahun 2036 diperkirakan pendapatan masyarakat mencapai sekitar 12.233 dolar AS per kapita dan terus melonjak hingga 23.199 dolar AS per kapita tahun 2045.

Sebelum itu, Indonesia akan menjadi negara dengan pendapatan di atas pendapatan menengah terlebih dahulu yang diproyeksikan tahun 2020.

Untuk mencapai itu, pemerintah merancang rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024.

Salah satu fokus dalam RPJMN itu adalah pembangunan SDM, selain melanjutkan pembangunan infrastruktur, hingga penyederhanaan birokrasi dan regulasi.

Pemerintah mengalokasikan belanja negara dalam APBN Tahun Anggaran 2020 ditetapkan sebesar Rp2.540,4 triliun.

Belanja tersebut beberapa di antaranya untuk SDM yakni untuk pendidikan sebesar Rp 505,8 triliun atau 20 persen dari total belanja negara dan kesehatan sebesar Rp 132,2 triliun atau lima persen dari total belanja negara.

Untuk kebijakan fiskal, Kementerian Keuangan juga menyiapkan insentif pajak di antaranya untuk riset dan pengembangan kepada SDM atau tenaga kerja oleh dunia usaha (RnD) hingga 300 persen.

Pemerintah juga menawarkan insentif pajak untuk pendidikan dan pelatihan vokasi serta pnelitian dan pengembangan sebesar 200 persen dari biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk vokasi.

Insentif lainnya yakni bagi Wajib Pajak (WP) badan dalam negeri yang melakukan penanaman modal baru atau melakukan perluasan usaha berhak mendapatkan pengurangan penghasilan neto sebesar 60 persen.

Hidayat mengutip data Bappenas yang menyebutkan bahwa Indonesia juga memiliki potensi yang besar tahun 2045 yakni jumlah populasi yang diperkirakan mencapai 319 juta jiwa.

Dari jumlah itu, sebanyak 47 persen di antaranya diperkirakan berusia produktif dan 70 persen di antaranya berpenghasilan menengah.

Hidayat juga menambahkan ekonomi Indonesia saat ini masih lebih baik dibandingkan negara lain misalnya negara-negara BRICS atau Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan.

Hal itu ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih stabil dibandingkan negara BRICS, padahal lima tahun lalu RI disebut masuk kategori lima negara rentan oleh salah satu lembaga internasional.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif berada di kisaran 5 persen itu juga mendapat pengakuan lembaga pemeringkat internasional seperti Fitch Ratings yang memberikan peringkat BBB, Moody's (Baa2), dan Standard and Poor's dengan peringkat BBB.

Sedangkan peringkat kemudahan berbisnis atau ease of doing business (EoDB) di Indonesia oleh Bank Dunia berada di peringkat 73, di atas India (77), Afrika Selatan (82) dan Brazil (109).