Lika-liku pengembalian aset mereka yang ingin ke Tanah Suci

id Mahkamah agung, first travel, kasasi, aset negara,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara hari ini, palembang hari in

Lika-liku pengembalian aset mereka yang ingin ke  Tanah Suci

Korban kasus umrah First Travel, Ira Faizah, memperlihatkan sejumlah berkas daftar bukti penggugat di Jati Kramat, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (26/11/2019). ANTARA FOTO/Risky Andrianto/aww.

Jakarta (ANTARA) - Putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi putusan aset PT First Anugerah Karya Wisata atau First Travel disita oleh negara memenggal asa ribuan korban yang terus berharap uangnya untuk beribadah ke Tanah Suci kembali.

Putusan kasasi Mahkamah Agung yang memerintahkan aset First Travel disita untuk negara, tercantum dalam putusan nomor 3096 K/Pid.Sus/2018.

Salah seorang korban First Travel, Asro Kamal Rokan, menolak hasil lelang harta kekayaan pemilik travel itu diserahkan ke negara.

Asro dan keluarganya, berjumlah 14 orang, yang merugi sekitar Rp160 juta merasa putusan itu sangat menyakitkan.

Ia mempertanyakan mengapa korban yang dirugikan, tetapi negara yang merampas aset First Travel.

Sementara Kajari Depok Yudi Triadi setelah putusan Mahkamah Agung, menyatakan pihaknya sudah memperjuangkan hak korban First Travel dengan banding pada 15 Agustus 2018, tetapi putusan Pengadilan Tinggi Bandung menguatkan putusan hakim tingkat pertama.

Upaya selanjutnya berupa kasasi ke Mahkamah Agung pun tetap menguatkan putusan pengadilan negeri yang menyatakan barang bukti Nomor 1-529 tetap dirampas untuk negara.

Dalam tuntutan, jaksa meminta agar barang bukti dikembalikan ke korban melalui Paguyuban Pengurus Pengelola Aset Korban First Travel, tetapi putusan pengadilan berkata lain.

Dengan adanya perbedaan itu, Kejagung selanjutnya memerintahkan Kejaksaan Negeri Depok untuk menunda eksekusi aset pada kasus First Travel hingga selesai dilakukan kajian tindak lanjut kasus itu.

Batas waktu penundaan eksekusi itu tidak ditentukan sembari kejaksaan mencari solusi untuk mengembalikan aset nasabah yang mengalami kerugian.

Dari sisi putusan, Komisi Yudisial menilai majelis hakim yang diketuai Andi Samsan Nganro dengan anggota Eddy Army dan Margono tidak menyalahi aturan maupun etik.

Sebabnya, dalam undang-undang yang mengatur tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU), saat kasus terbukti, aset yang menjadi barang bukti harus dikembalikan atau disita oleh negara.

Oleh karena itu, keputusan yang diambil oleh hakim secara hukum tidak dapat disalahkan. Walaupun hakim diharapkan melakukan terobosan dengan pertimbangan aset yang disita merupakan uang rakyat.



       Sorotan nasional
Sebelum kasus itu kembali mengemuka karena putusan Mahkamah Agung, penipuan oleh pemilik First Travel Andika Surachman beserta istrinya, Anniesa Desvitasari Hasibuan, kepada puluhan ribu calon jamaah umrah, telah mendapat sorotan secara nasional.

Pada Juli 2017, kegiatan First Travel diminta untuk dihentikan oleh Satgas Waspada Investasi karena tidak memiliki izin usaha dalam menawarkan produk entitas serta berpotensi merugikan masyarakat.

Saat itu, First Travel diminta menghentikan penawaran perjalanan umrah dengan tawaran promo yang dipatok dengan harga Rp14,3 juta, harga yang cukup miring dibandingkan dengan harga umrah pada umumnya di atas Rp20 juta.

Modus penipuan First Travel dengan merekrut agen melalui sejumlah biaya tertentu, kemudian agen diminta mencari calon jamaah umrah.

Namun, setelah para calon jamaah menyetorkan bayaran, mereka dalam waktu lama tidak kunjung diberangkatkan.

Penipuan terbongkar setelah calon jamaah terus mendesak untuk diberangkatkan oleh agen, kemudian agen melaporkan PT First Anugerah Karya Wisata ke polisi.

Polisi kemudian menangkap Andika dan Anniesa di Kompleks Kementerian Agama pada 9 Agustus 2017. Diketahui korban penipuan First Travel kurang lebih 63.000 orang dengan total kerugian mencapai Rp905,33 miliar.

Pengguna layanan paket promo umrah yang ditawarkan paket umrah sejak Desember 2016 hingga Mei 2017 tercatat 72.682 orang. Namun dalam kurun tersebut sekitar 10 ribu orang diberangkatkan.

Perkara First Travel selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Depok pada 9 Februari 2018, kemudian dilakukan penuntutan pada 7 Mei 2018.

Jaksa menyiapkan 96 saksi dalam persidangan tersebut. Di antara para saksi itu, artis nasional Syahrini dan Vicky Veranita Yudhasoka alias Vicky Shu yang telah memberikan kesaksiannya di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat.

Dalam kesaksiannya, Syahrini mengatakan tidak menerima dana dari First Travel. Ia membayar Rp167 juta untuk memberangkatkan 12 anggota keluarganya umrah selama sembilan hari pada Maret 2017.

Sebagai Duta Merek First Travel, Syahrini mengaku tidak menerima bayaran. Sebagai gantinya, penyanyi itu mendapat fasilitas paket umrah VVIP sembilan hari yang mencakup kunjungan ke Mekkah dan Madinah di Arab Saudi serta Istanbul di Turki.

Sementara Vicky Shu dalam kesaksiannya mengatakan pertama kali bertemu dengan Anissa Hasibuan pada acara peragaan busana di New York, Amerika Serikat.

Dari perkenalan tersebut, Vicky Shu menjadi jamaah umrah First Travel untuk pertama kali pada Maret 2015 dengan membayar Rp34 juta.

Saat keberangkatan umrah yang kedua pada Maret 2017, Vicky Shu mengaku tidak membayar, tetapi mempunyai kewajiban melakukan aktivitas foto-foto dan video sarana-sarana yang dipakai First Travel.

First Travel menggunakan tiga artis untuk menarik konsumen berangkat umrah, yakni Syahrini, Vicky Shu, dan Julia Perez (almarhumah).

Setelah serangkaian sidang, Direktur Utama First Travel Andika Surachman terbukti melakukan penipuan perjalanan umrah dan tindak pidana pencucian uang dari uang setoran calon jamaah tersebut sehingga divonis hukuman selama 20 tahun penjara.

Istri Andika, Anniesa, dijatuhi hukuman selama 18 tahun penjara. Keduanya diharuskan membayar denda, masing-masing Rp10 miliar.

Sementara itu, Direktur Keuangan sekaligus Komisaris First Travel Siti Nuraida Hasibuan yang merupakan adik Anniesa, dijatuhi hukuman penjara 15 tahun dan denda Rp5 miliar.

Majelis hakim tersebut juga memvonis aset First Travel dikuasai negara sehingga menimbulkan polemik serta keberatan dari para korban.