Permasalahan ganti rugi lahan "flyover" Jakabaring belum tuntas

id ganti rugi, ganti rugi lahan flyover, proyek flyover, sengketa lahan, mafia tanah,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, an

Permasalahan ganti  rugi lahan "flyover" Jakabaring belum tuntas

Yuniarti SH kuasa hukum pemilik lahan terkena proyek flyover jakabaring. (ANTARA/Yudi Abdullah/19)

Palembang (ANTARA) - Permasalahan ganti rugi pembangunan lahan jembatan layang (flyover) simpang Jakabaring Palembang, Sumatera Selatan pada tahun 2016 belum tuntas karena hingga November 2019 ini ada warga pemilik lahan yang terkena proyek pembangunan itu belum mendapatkan haknya.

Permasalahan itu diungkapkan Muhammad Teguh anak M Yusuf salah satu pemilik lahan yang terkena proyek pembangunan jembatan layang Jakabaring didampingi kuasa hukumnya Yuniarti SH kepada sejumlah wartawan di Palembang, Selasa.

Menurut Teguh, orang tuanya pemilik sah tanah seluas 830 M2 di Jalan Gubernur Bastari Kelurahan 8 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu I Palembang yang hingga kini dikuasai secara fisik (sporadik) SHM dan didukung surat keterangan waris diketahui lurah/kepala kampung 8 Ulu pada tahun 1951.

Permasalahan ada pihak lain yang mengaku memiliki sertifikat dengan luas ribuan meter persegi yang di dalamnya terdapat tanah milik orang tuanya M Yusuf ketika ada proyek "flyover".

"Pada tahun 2016 ketika ada penetapan ganti rugi lahan yang terkena proyek pembangunan flyover simpang Jakabaring dari Pemkot Palembang kepada keluarga M Yusuf, tiba-tiba muncul sertifikat lain dengan luas 8.585 M2 sehingga pembayaran ganti rugi tertunda dan dititipkan ke Pengadilan Negeri setempat," ujarnya.

Sertifikat baru tersebut atas nama Holijah dengan SHM No.195/R pada tahun 1978 yang berdasarkan jual beli tahun 1994 tanah tersebut dibeli oleh Helena dan Senorita (Suroyo).

Selama 37 tahun terhitung sejak jual beli tersebut, pemilik sertifikat diketahui keluarganya dan warga lainnya yang bersedia menjadi saksi, tidak pernah merawat tanah tersebut, mengusahakannya, menggunakannya dan tidak memanfaatkan sehingga menurut aturan hukum tuntutan kepemilikan telah lampau waktu penuntutan.

Sertifikat tersebut tidak sama dengan buku tanah yang ada di Kantor Pertanahan Palembang sesuai dengan surat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Palembang.

"Kami selanjutnya digugat oleh Helena dan Suroyo atas dasar kepemilikan lahan bersertifikat atas nama Holijah yang belakangan diketahui sertifikat tersebut dengan SHM No.195/R adalah atas nama Buchori pemilik Universitas Bina Darma Palembang yang lokasi objek lahannya di luar lahan yang dipermasalahkan penggugat," ujarnya.

Gugatan itu diproses di Pengadilan Negeri Palembang dengan hasil putusan hakim gugatan itu ditolak atau dimenangkan orang tuanya M Yusuf.

Namun pada tingkat banding dan kasasi, tuntutan penggugat atas tanah seluas 8.585 M2 dikabulkan hakim.

Untuk mencari keadilan atas permasalahan tanah yang terkena proyek "flyover" Jakabaring dan memperoleh hak ganti rugi yang saat ini dananya Rp1 miliar lebih dititipkan pihak Pemkot Palembang di Pengadilan Negeri setempat, pihaknya dibantu kuasa hukumnya Yuniarti SH mengajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali atas putusan Kasasi tertanggal 1 Maret 2016.