Bandung (ANTARA) - Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia, Prijandaru Effendi mendukung wacana pemerintah yang menyatakan sedang memperbaiki kebijakan harga Energi Baru, Terbarukan (EBT), salah satunya melalui Peraturan Presiden yang direncanakan diteken awal tahun 2020.
“Tidak bisa diperlakukan dalam hubungan B2B antara PLN dengan pengembang lagi, karena kedepannya yang akan menikmati energi bersih adalah masyarakat. Bagaimana pun juga, kami paham dalam menentukan harga beli, PLN punya undang-undang sendiri,” kata Prijandaru melalui siaran pers di Bandung, Senin.
Menurut dia kendala pokok yang dihadapi para pengembang listrik panas bumi adalah masalah harga yang tidak pernah mendapatkan titik temu. Pasalnya, harga keekonomian proyek panas bumi yang dihitung para pengembang selalu ada di atas daya beli PLN yang diukur dengan Biaya Pokok Penyediaan (BPP).
“Masalahnya klise dari dulu. Bagaimanapun pengembang wajib untung dan mendapat margin dari harga proyek. Sementara PLN untuk menentukan harga juga punya undang-undang sendiri dan mereka juga diwajibkan mendapat untung dari pemerintah,” kata dia.
Ketua Umum Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Surya Darma mendukung peninjauan kembali (PK) terhadap pengaturan pembelian tenaga listrik dari EBT yang telah ditetapkan pemerintah paling tinggi 85% dari BPP Pembangkitan di sistem ketenagalistrikan setempat.
Selain itu, ia juga mendukung pemberlakukan sistem tarif tetap, bukan negosiasi seperti yang selama ini berlaku dan dinilai memberatkan PLN.
“Masalah harga merupakan salah satu tantangan pengembangan EBT yang harus kita pecahkan. Penetapan skema 85 persen dari BPP sangat tidak fair, dan kedua, dengan pola negosiasi, kita tidak tahu kapan itu bisa terjadi. Jadi kami maklum kalau PLN tidak mau dengan kedua pola tersebut,” kata Surya.
Dia juga memberikan apresiasi atas dukungan DPR Komisi VII yang telah menyatakan akan konsisten melakukan review terhadap regulasi-regulasi yang ditetapkan pemerintah demi mendukung lahirnya RUU Energi Terbarukan yang telah masuk Prolegnas tahun 2019.
“Hal itu merupakan dukungan terhadap pengembangan energi terbarukan dan telah menyerap aspirasi dari berbagai pihak,” katanya.
Dalam hal ini, Surya berharap pemerintah konsisten untuk tidak mengubah-ubah regulasi. Karena menurutnya hal tersebut akan menciptakan ketidakpastian di bidang hukum dan bisnis.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (Dirjen EBTKE) Kementerian ESDM, F X Sutijastoto mengatakan saat ini pemerintah sedang memperbaiki kebijakan harga EBT dan diharapkan Perpresnya sudah bisa diteken awal tahun depan.
Kebijakan harga baru tersebut dimaksudkan untuk memastikan percepatan pengembangan EBT berjalan dengan baik, khususnya guna mengurangi neraca perdagangan yang defisit. Dirjen Toto menyatakan bahwa kebijakan energi ke depan akan berlandaskan pada tiga pilar, yaitu energy equity, environmental sustainability, dan energy security.
Berita Terkait
Iran bantah pembangkit listrik Dimona Israel rusak akibat serangannya
Jumat, 19 April 2024 13:22 Wib
PLN sebut gangguan listrik di Baturaja karena jaringan tertimpa pohon
Jumat, 19 April 2024 7:42 Wib
PLN S2JB fasilitasi kenyamanan mudik pengguna kendaraan listrik
Rabu, 10 April 2024 2:25 Wib
Penggunaan SPKLU di rest area JTTS naik 50 persen
Selasa, 9 April 2024 18:49 Wib
Kota Bogor bakal jadi kota pertama dengan angkot listrik
Senin, 8 April 2024 11:05 Wib
PLN imbau warga pastikan kondisi listrik di rumah aman sebelum mudik
Jumat, 5 April 2024 12:23 Wib
Pj Bupati Muba tuntaskan pengalihan listrik dari PT MEP ke jarngan PLN
Kamis, 4 April 2024 23:03 Wib
PLN beri layanan "home charging" bagi 300 pengguna kendaraan listrik
Selasa, 2 April 2024 10:45 Wib