Kabupaten OKI kembangkan sistem pemeringkatan bahaya kebakaran

id lahan gambut,pemeringkatan bahaya kebakaran,kebakaran gambut,kebakaran lahan gambut

Kabupaten OKI kembangkan  sistem pemeringkatan bahaya kebakaran

Warga memancing ikan di kanal lahan gambut bekas kebakaran, Puding, Muarojambi, Jambi, Jumat (11/10/2019). (ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/pd.)

Palembang (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi untuk mengembangkan Sistem Pemeringkatan Bahaya Kebakaran (SPBK) di lahan gambut.

Wakil Bupati Ogan Komering Ilir M Dja'far Shodiq di Palembang, Kamis, mengatakan sistem tersebut dikembangkan untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kerapkali terjadi di wilayah itu.

“OKI jadi percontohan pencegahan karhutla. Ini untuk antisipasi agar tidak lagi terjadi kebakaran. Kami berharap kajian ini bisa dimanfaatkan untuk mencegah karhutla di masa yang akan datang,” kata dia.

Sebetulnya, kata Shodiq, upaya seperti kajian-kajian itu sudah dilakukan di Kabupaten OKI sejak beberapa tahun lalu bekerja sama dengan berbagai pihak.

Shodiq juga berharap BPPT dapat berkontribusi membantu pemerintah dalam percepatan pengelolaan lahan gambut sehingga bermanfaat secara ekonomi. Namun pemanfaatan ini, tetap berlandaskan tata kelola lingkungan yang baik, serta mencegah terjadinya bencana, khususnya kebakaran di lahan gambut.

“Semoga teknologi BPPT ini dapat dimanfaatkan guna mengoptimalisasikan pengelolaan lahan gambut yang berwawasan lingkungan,” kata dia.

Direktur Utama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Tri Handoko Seto mengatakan bahwa sistem itu untuk mengantisipasi kebakaran lahan melalui monitoring.

“Kami pasang alat untuk memantau lahan gambut mulai dari tingkat kelembaban, kadar air. Saat ini masih tahap pilot projects, tapi ke depan harus ditetapkan secara merata di Indonesia,” ujar dia.

Alat yang ditanam dilahan gambut itu tambah dia akan mengirimkan hasil monitoring ke server. “Dari situ akan tahu kondisi hutan gambut seperti apa, dan selanjutnya tindakan seperti apa yang akan dilakukan terhadap gambut itu," kata dia.

Salah satu upaya agar tidak terjadi kebakaran di lahan gambut, kata Seto, adalah dengan menjaga kelembaban gambut.

Level air di lahan gambut ini minimal 40 cm. Jika kurang dari situ atau kering bisa ditindak seperti dengan membasahinya kembali bisa dengan pompa yang besar atau dengan teknologi lain seperti modifikasi cuaca, kata dia.

Di Kabupaten OKI, proyek ini sudah berlangsung sejak tahun 2017. Terkait keberhasilan sistem peringatan dini (early warning) melalui FDRS yang sudah dipasang, Seto mengklaim alat tersebut sudah bekerja cukup baik untuk mengetahui tingkat kekeringan di lahan gambut seperti yang dipasang di Kawasan Sepucuk.

Hanya saja, jumlahnya masih sedikit sehingga belum seluruh lahan gambut bisa terkontrol.

"Saat ini di OKI baru beberapa unit, untuk kebutuhan sendiri lebih kurang idealnya (dipasang) di 50 titik atau bahkan lebih. Untuk itu ini masih akan terus dikembangkan," ujar dia.

Selain komponen cuaca, tambah Seto, ada komponen lain yang diukur oleh FDRS, yaitu komponen aktivitas manusia, komponen sebaran dan ketebalan gambut, distribusi air gambut dan sumber air.

“Bahkan terhitung kerugian yang diderita dalam rupiah akibat kebakaran lahan gambut,” kata dia.