Gaya hibrid Purana yang ramah lingkungan

id Purana, nonita respati, eco fashion, hybrid outfit,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara hari ini, palembang hari

Gaya hibrid Purana  yang ramah lingkungan

Koleksi pakaian hibrida yang ramah lingkungan dari label fesyen Purana. Koleksi ini dipamerkan dalam pagelaran Jakarta Fashion Week 2020 di Senayan, Kamis (24/10). (ANTARA / HO)

Jakarta (ANTARA) - Label fesyen Purana kembali memeriahkan pagelaran Jakarta Fashion Week, dengan mengusung gaya hibrida yang ramah lingkungan.

"Gaya hybrid outfit ini artinya satu item pakaian dapat dikenakan menjadi dua, bahkan tiga bentuk pakaian," kata pendiri Purana, Nonita Respati, di Jakarta Fashion Week, Kamis.

Nonita kemudian mencontohkan celana jodhpur lilit bila diikat lebih tinggi hingga menutup dada, dapat berubah bentuk menjadi jumpsuit yang trendi. Sementara dress kemben lilit juga dapat dipakai dengan cara yang berbeda sehingga berubah menjadi oversized outer.

Gaya berpakaian hibrida ini dikatakan Nonita untuk menjawab kebutuhan perempuan modern yang mencari kepraktisan dalam berpergian.

"Jadi ini menjawab kebutuhan perempuan saat ini yang suka travelling dan tidak perlu membawa banyak pakaian, tapi bisa berganti gaya. Dari satu item bisa menjadi beberapa look tanpa membawa banyak pakaian," jelas Nonita.
 

Koleksi pakaian hibrida yang ramah lingkungan dari label fesyen Purana. Koleksi ini dipamerkan dalam pagelaran Jakarta Fashion Week 2020 di Senayan, Kamis (24/10). (ANTARA / Maria Rosari)
Eco Fashion

Label fesyen Purana dikatakan Nonita memiliki visi dan misi ingin menciptakan busana yang tidak hanya stylish, namun juga ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Oleh sebab itu Purana kembali berkolaborasi dengan perajin kain Humbang Kriya, yang merupakan binaan Rumah Kreatif Sinar Mas di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatra Utara.

Humbang Kriya merangkul perajin kain Kabupaten Humbang Hasundutan yang menerapkan konsep eco fashion, di mana warna yang digunakan berbahan dasar alami, seperti katun, linen dan sutera. Sementara untuk pewarna kain menggunakan kulit biji kopi, kulit jengkol, kayu meranti sisa pembuatan mebel, kulit kayu putih, daun jati, tanaman hisik-hisik dan sanduduk.

"Kami bertekad bergerak ke fashion sustainable untuk mengurangi karbon footprint," kata Nonita.