Ahli: Parpol nasional tak suarakan hak masyarakat adat Papua

id Otsus papua, melkias hetharia, mahkamah konstitusi,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara hari ini

Ahli: Parpol nasional tak suarakan hak masyarakat  adat Papua

Pihak pemohon Krisman Dedi Awi Fonataba (kiri) dan Darius Nawipa (kanan) didampingi kuasa hukum, mengikuti Sidang Permohonan Pengujian UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua di gedung MK, Jakarta, Senin (7/10/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc/Dok.

Jakarta (ANTARA) - Ahli yang dihadirkan penggugat Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, Melkias Hetharia, menyebut hak masyarakat adat Papua tidak disuarakan dan diperhatikan oleh partai politik nasional.

"Saya melihat bahwa masyarakat Papua di dalam kehidupannya, di dalam hak-haknya secara khusus, khususnya hak-hak masyarakat adat itu kadang tidak mendapat perhatian yang baik dan disuarakan secara baik oleh partai-partai politik nasional," tutur Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Cenderawasih itu.

Dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan ahli di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, Melkias Hetharia mencontohkan saat terdapat lembaga tertentu yang mencaplok tanah-tanah masyarakat adat, partai politik nasional memilih bungkam.

Kepentingan masyarakat Papua yang tidak terakomodasi di dalam partai-partai politik nasional disebutnya salah satu penyebab munculnya gejolak.

"Kita lihat peristiwa di Wamena saat ini, itu merupakan salah satu bukti mengapa lembaga-lembaga yang mengaspirasikan kepentingan-kepentingan masyarakat lokal ini tidak mengakomodir itu," katanya.

Menurut dia, DPR Papua pun tidak menyuarakan kepentingan dan hak masyarakat adat karena berpedoman pada kebijakan partai yang sudah dinyatakan dalam fraksi-fraksi di DPRP dan DPRD.

Partai politik nasional yang memiliki kebijakan sendiri itu, menurut dia, tidak membuka ruang untuk masyarakat asli menyampaikan apa yang menjadi keinginan dan kebutuhannya.

Gugatan uji materi itu diajukan partai lokal Partai Papua Bersatu karena merasa dirugikan dengan adanya aturan dalam Pasal 28 Ayat (1) UU Nomor 21 Tahun 2001 terkait dengan pembentukan partai politik.

Gugatan itu berawal ketika pemohon mendaftar ke KPU Provinsi Papua untuk mengikuti verifikasi faktual dan administratif agar dapat ikut serta sebagai peserta Pemilu 2019, tetapi ditolak.