Konferensi internasional soroti tingginya angka pernikahan dini di Indonesia

id BKKBN,angka kematian ibu,keluarga berencana,KB

Konferensi internasional soroti tingginya angka pernikahan dini di Indonesia

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo pada Konferensi internasional “The First International Conference on Indonesia Family Planning and Reproductive Health (ICIFPRH)” di Yogyakarta, (30/9/2019). (ANTARA/HO/19)

Palembang (ANTARA) - Konferensi internasional “The First International Conference on Indonesia Family Planning and Reproductive Health (ICIFPRH)” di Yogyakarta, belum lama ini menyoroti dua hal yakni tingginya angka pernikahan usia dini dan angka kematian ibu saat melahirkan di Indonesia.

Kepala BKKBN Hasto Wardtoyo mengatakan, topik ini menjadi bahasan hangat di konferensi yang menjadi wadah diskusi tingkat internasional maupun nasional mengenai bagaimana program keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi dapat berperan menurunkan angka kematian ibu dan anak di Indonesia.

“Ini adalah yang pertama di dunia. Kami akan membangun IPK yang valid dan bisa menjadi percontohan bagi negara-negara lain,” ujar dia.

Di Indonesia, angka kematian ibu ratio (MMR) mencapai 305 per 100.000 kelahiran hidup. Saat ini terdapat sekitar 5,2 juta pasangan atau 14,3 persen dari total pasangan menikah di Indonesia yang belum terjangkau pelayanan KB dan terdapat sekitar 720.000 kehamilan yang tidak diinginkan setiap tahunnya.

Berdasarkan kondisi ini, Indonesia mendukung strategi UNFPA “3 Zero”, yakni Zero kematian ibu hamil dan melahirkan; Zero unmet-need Keluarga Berencana; dan Zero kekerasan terhadap perempuan.

BKKBN akan membuat kebijakan dan strategi untuk memperkuat program Keluarga Berencana di Indonesia seperti mengurangi unmetneed, mengembangkan metode pelayanan kb sesuai dengan karakteristik komunitas dan masyarakat, memastikan mekanisme pembiayaan pelayanan KB, meningkatkan kualitas pelayanan KB, dan yang utama yaitu menargetkan kepada generasi milenial, agar mereka bisa merencanakan hidupnya dengan baik.

Hasto mengatakan, Indonesia merasa terhormat menjadi tuan rumah ICIFPRH karena kesehatan adalah salah satu pilar dari pembangunan nasional dan memiliki sejarah panjang dalam mendukung program keluarga berencana yang kuat.

Konferensi ini memperlihatkan komitmen pemerintah Indonesia dalam menurunkan angka kematian Ibu dan peningkatan kesejahteraan keluarga, sesuai dengan implementasi hasil ICPD Cairo 1994.

Ketua Panitia ICIFPRH Prof Siswantyo Agus Wilopo mengingatkan Indonesia pernah menjadi contoh penerapan keluarga berencana (KB) bagi negara berkembang, seperti negara-negara Afrika dan Cina. Namun, kata dia, selama 10 tahun ini KB tidak terdengar gaungnya.

“Konferensi ini bertujuan untuk menggaungkan di dunia internasional dan nasional bahwa KB kita tidak mengendor tapi tetap maju dan menonjolkan kembali KB sejalan dengan visi misi Presiden soal SDM unggul. KB ini sangat penting supaya anak muda Indonesia menjadi SDM yang lebih baik,” ujar dia.

Siswanto berkata pandangan soal KB, yang identik dengan pertumbuhan penduduk dan kontrasepsi, harus diubah. “Namun soal menjadi bangsa yang memiliki human capital yang produktif, keluarga yang sejahtera harmonis, dengan anak-anak yang berkualitas,” kata dia.

Konferensi ini diselenggarakan oleh Konsorsium “Juara Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi di Indonesia” yang terdiri dari sejumlah lembaga non-pemerintah, universitas dan kelompok masyarakat sipil.

Anggota konsorsium sendiri terdiri dari UNFPA, Rutgers Indonesia, Johns Hopkins Center for Communication Program (JHCCP), Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Pusat Kesehatan Reproduksi Universitas Gadjah Mada, ThinkWell, Yayasan Cipta, Yayasan Kesehatan Perempuan, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), Lembaga Demografi Universitas Indonesia dan kegiatan ini didukung pula oleh Kementerian Kesehatan Indonesia bersama BKKBN.

Konferensi digelar selama tiga hari dari 30 September hingga 2 Oktober diikuti oleh sekitar 800 peserta yang terdiri dari para cendekiawan, pakar kesehatan dan pembangunan, penyelenggara program, pembuat kebijakan, berbagai badan khusus PBB, lembaga donor nasional maupun internasional, organisasi masyarakat sipil serta calon pemimpin muda dan mahasiswa.

Selain itu, pemangku kepentingan lainnya yang hadir dalam acara ini adalah para tokoh masyarakat dan tokoh agama. “Mereka akan membahas berbagai hal dalam rangka memajukan program KB dan kesehatan reproduksi di Indonesia,” kata Siswantyo.