Palembang (ANTARA) - Bank Indonesia mengklaim pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan masih terjaga meski daerah ini masih dihadapkan persoalan penurunan harga komoditas karet, sawit dan batubara.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Selatan Yunita Resmi Sari di Palembang, Senin, mengatakan, berdasarkan data BI pada triwulan II 2019 dapat terlihat bahwa sejumlah indikator ekonomi masih sangat positif.
Bahkan, Sumsel mencatat pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah regional Sumatera yakni 5,80 persen (yoy).
"Pertumbuhan ekonomi Sumsel yang masih tumbuh di angka 5 persen ini patut disyukuri karena jika merujuk ke daerah-daerah di Sumatera yang juga bertumpu pada perkebunan, kondisinya sungguh berbanding terbalik,” kata dia.
Seperti diketahui, harga karet di tingkat petani berada di kisaran Rp6.000-7.000 per kilogram atau anjlok jika dibandingkan pada saat “boombing” komoditas di tahun 2011 yakni berada di kisaran harga Rp20.000 per kilogram.
Ia mengatakan, bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang masih positif, angka inflasi di Sumsel juga tetap terkendali yakni per Agustus 2019 (year to date) mencapai 1,6 persen, sementara target hingga akhir tahun 3,5 persen plus minus 1 persen.
Dari sisi keuangan, stabilitas sistem keuangan juga tetap terjaga, disertai dengan risiko kredit yang terkendali dan fungsi intermediasi yang tetap berlanjut. Perkembangan ini tercermin dari rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) yang tetap rendah yakni sebesar 3,2 persen pada Bulan Agustus 2019.
Sementara itu, pertumbuhan kredit berdasarkan lokasi bank pemberi kredit di Sumatera Selatan saat ini masih menunjukkan penurunan dari 4,42 persen (yoy) pada Bulan Juli 2019 menjadi 3,32 persen (yoy) pada Bulan Agustus 2019. Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh meningkat menjadi 9,86 persen (yoy) pada bulan Agustus 2019 dari 9,39 persen (yoy) pada bulan Juli 2019 yang didorong oleh pertumbuhan giro.
"Stabilitas sistem keuangan yang terjaga juga ditopang kinerja korporasi yang tetap baik," kata dia.
Bank Indonesia memandang bauran kebijakan moneter dan kebijakan makroprudensial yang akomodatif dapat mendorong pertumbuhan kredit tanpa mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Pertumbuhan kredit perbankan nasional diprakirakan dalam kisaran 10-12 persen (yoy) pada 2019 dan 11-13 persen (yoy) pada 2020, sementara DPK nasional diprakirakan dalam kisaran 7-9 persen (yoy) pada 2019 dan 8-10 persen (yoy) pada 2020.
Kelancaran Sistem Pembayaran tetap terjaga baik tunai maupun nontunai. Transaksi Tunai pada triwulan II 2019 menunjukkan posisi net outflow sebesar Rp1,69 triliun meningkat dibandingkan triwulan I 2019 sebesar Rp88,02 miliar. Sementara itu perkembangan transaksi non-tunai mengalami penurunan untuk kliring dan RTGS.
Transaksi kliring melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI) pada triwulan II-2019 mengalami kontraksi sebesar -8,03 persen (yoy) menjadi Rp10,43 triliun, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar -8,78 persen (yoy).
"Sejalan dengan transaksi RTGS di Sumatera Selatan triwulan II 2019 yang juga mengalami kontraksi sebesar 61,16 persen (yoy) pada triwulan II-2019 menjadi Rp2,55 trilliun. Perlambatan ini disebabkan meningkatnya kebutuhan uang tunai menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional," kata dia.
Berita Terkait
Jaksa tuntut pegawai bank terdakwa korupsi dana nasabah 9 tahun kurungan
Kamis, 25 April 2024 6:47 Wib
Rupiah menguat sebelum pengumuman hasil RDG BI
Rabu, 24 April 2024 11:15 Wib
Menimbang opsi terbaik menjaga kestabilan rupiah
Kamis, 18 April 2024 11:18 Wib
Masyarakat perlu periksa nomor seri uang untuk cegah uangpalsu
Jumat, 5 April 2024 15:10 Wib
Bank BSB siapkan uang tunai Rp1,2 triliun untuk cukupi libur lebaran
Jumat, 5 April 2024 7:31 Wib
Hasil Survei: Mayoritas masyarakat alokasikan THR tahun ini untuk belanja
Kamis, 28 Maret 2024 15:42 Wib
BI dan perbankan bukakuota penukaran rupiah 5.000 orang per hari
Kamis, 28 Maret 2024 11:03 Wib
Tim BI Sumsel susuri Sungai Musi layani tukar rupiah jelang lebaran
Selasa, 26 Maret 2024 19:58 Wib