Mantan Deputi IV Kemenpora divonis 4,5 tahun penjara

id MULYANA, ADHI PURNOMO, EKO TRIYANTA

Mantan Deputi IV Kemenpora divonis 4,5 tahun penjara

Mantan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana saat menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (12/9/2019). (Antara/Benardy Ferdiansyah)

Jakarta (ANTARA) - Mantan Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana divonis 4 tahun dan 6 bulan penjara karena dinilai terbukti menerima suap berupa satu unit mobil Fortuner, uang Rp400 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 senilai total sekira Rp900 juta.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Mulyana telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakawaan pertama. Menjatuhkan terdakwa Mulyana dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan penjara dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan," Ketua Majelis Hakim Mochamad Arifin saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

Vonis itu berdasarkan dakwaan pertama pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Adapun keadaan yang memberatkan, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah yang sedang fokus dalam tindak pidana korupsi.

Sedangkan keadaan yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dan terus terang di persidangan, belum pernah dihukum, dan mempunyai tanggungan istri dan anak.

"Bahwa terdakwa telah mengembalikan seluruh pemberian yg diterimanya, terdakwa merasa bersalah dan sangat menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya tersebut. Terdakwa telah turut serta mensukseskan Asian Games dan Asian Para Games 2018," ucap Hakim Arifin.

Atas putusan itu, Mulyana melalui kuasa hukum menerimanya. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menyatakan pikir-pikir.

Putudan terhadap Mulyana itu lebih rendah dari tuntutan JPU KPK yang menuntut Mulyana selama 7 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Dalam pertimbangan putusannya, Majelis Hakim juga menyatakan terdakwa Mulyana tidak memenuhi syarat untuk menjadi "justice collaborator" atau saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.

Dalam perkara ini, Mulyana dinilai terbukti menerima "commitment fee" sejumlah satu unit mobil Fortuner VRZ TRD nomor polisi B 1749 ZJB, uang Rp300 juta, satu ATM dengan saldo Rp100 juta dan satu unit ponsel Samsung Galaxy Note 9 dari Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum (Bendum) KONI Johny E Awuy.

Tujuan pemberian hadiah tersebut adalah agar Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI Pusat kepada Kemenpora tahun 2019.



Pemberian pertama adalah terkait proposal hibah tugas pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi Olahraga Nasional pada multi event Asian Games ke-18 dan Asian Para Games ke-3 pada 2018 dengan usulan dana dari KONI sebesar Rp51,529 miliar yang diajukan Tono Suratman selaku Ketua Umum KONI Pusat.

Untuk mempercepat proses pencairan dana hibah tersebut, Mulyana meminta dibelikan mobil kepada Bendahara Pengeluaran Pembantu Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Kemenpora Supriyono. Supriyono lalu menyampaikan hal itu kepada Ending.

Mobil dibeli pada 17 April 2018 yaitu Toyota Fortuner VRZ TRD hitam seharga Rp489,9 juta yang kepemilikannya diatasnamakan supir Supriyono, Widhi Romadoni dan diantarkan ke rumah Mulyana di Jakarta Timur.

Setelah dilakukan penelitian oleh tim verifikasi, Chandra Bhakti selaku PPK Menyetujui dana hibah yang diberikan kepada KONI Pusat sejumlah Rp30 miliar dan dituangkan dalam perjanjian kerja sama pada 24 Mei 2018.

Setelah proposal disetujui Kemenpora, Mulyana dan Adhi Purnomo selaku ketua tim verifikasi memberi arahan kepada Ending Fuad Hamidy untuk berkoordinasi dengan Miftahul Ulum selaku asisten pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrowi terkait jumlah "commitment fee" yang harus diberikan KONI kepada Kemenpora agar dana hibah segera dicairkan.

Setelah berkoordinasi dengan Miftahul Ulum disepakati "commitment fee" untuk Kemenpora sebesar 15-19 persen dari total nilai bantuan dana hibah.

Pencairan tahap I dilakukan pada 6 Juni 2018 yaitu sejumlah Rp21 miliar atau 70 persen dari total proposal yang disetujui. Setelah pencairan, Mulyana kembali menerima "fee" Rp300 juta diberikan Johny E Awuy di ruangan kerja Mulyana pada Juni 2018.

Setelah pemberian itu, pada 8 November 2018 dilakukan pencairan dana tahap II pada 8 November 2018 sebesar 30 persen atau sejumlah Rp9 miliar.

Pemberian kedua adalah terkait proposal dukungan KONI dalam pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018 dengan usulan sejumlah Rp27,506 miliar.

Imam Nahrowi kembali membuat disposisi kepada Mulyana untuk dilakukan telaah dan dilanjutkan kepada asisten deputi Olahraga dan Prestasi, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan tim verifikasi untuk dilakukan penelitian.

Dalam rapat pembahasan yang dihadiri oleh Mulyana, Asisten Deputi Olahraga Prestasi pada Deputi IV Chandra Bakti dan ketua tim verifikasi Adhi Purnomo ternyata proposal yang diajukan KONI tidak sesuai dengan peraturan presiden karena waktu pengajuan sudah akhir 2018 dan dana hibah akan digunakan untuk 2019 sehingga Mulyana meminta Ending untuk merevisi proposal tersebut.

Untuk memperlancar proses persetujuan itu, Mulyana mendapat kartu ATM yang berisi uang Rp100 juta dan 1 handphone Samsung Galaxy Note 9 dari Ending dan Johny. Pemberian handphone dan kartu ATM itu dilakukan pada 27 September 2018 di restoran bakso lapangan tembak Senayan.

Ending pada 28 November 2018 kembali mengajukan proposal perbaikan yang dibuat secara "back date" tertanggal 10 Agustus 2018 dengan usulan dana Rp21,062 miliar. Selanjutnya Imam Nahrowi memberikan disposisi kepada Mulyana untuk menelaah proposal perbaikan itu.

Dalam rapat verifikasi pada 6 Desember 2018, disepakati dana hibah yang diberikan adalah sejumlah Rp17,971 miliar untuk pelaksanaan kegiatan terhitung 1 Juli - 31 Desember 2018 dengan ditandatanganinya MoU pada 7 Desember 2018 padahal proses verifikasi belum selesai dilakukan.

Pencairan dana hibah dilakukan pada 13 Desember 2018 senilai Rp17,971 miliar dengan transfer ke rekening KONI Pusat.

Pada 13 Desember 2018, sesuai arahan Miftahul Ulum, Ending memerintahkan Suradi selaku Sekretaris Bidang Perencanaan dan Anggaran KONI Suradi untuk mengetik daftar rincian para penerima dana "commitment fee" dari Kemenpora atas pencairan dana sejumlah Rp17,971 miliar yang di dalam daftar tersebut di antaranya tertulis inisial 'Mly' yaitu Mulyana sejumlah Rp400 juta,'Ap' yaitu Adhi Purnomo selaku Pejabat Pembuat Komitmen sejumlah Rp250 juta dan 'Ek' yaitu Eko Triyanta (staf pada Deputi IV Kemenpora) sejumlah Rp20 juta.

Pada 17 Desember 2018, Ending meminta Eko Triyanta mengambil uang fee ke kantor KONI Pusat, selanjutnya Eko melaporkan kepada Adhi Purnomo bahwa akan ada "tanda terima kasih" untuk Adhi Purnomo dan dijawab dengan mengatakan "Kalau ada tanda terima kasih, Insya Allah akan saya gunakan untuk menambah pembayaran cicilan rumah".

Penyerahan uang untuk Adhi dan Eko tersebut dilakukan pada 18 Desember 2018 di gedung KONI Pusat dengan Ending memberikan Rp215 kepada Eko dengan mengatakan "sekalian saja biar dibawa Eko, sekalian kasihkan ke Pak Adhi". Saat Eko kembali ke kantor Kemenpora, ia langsung diamankan petugas KPK beserta barang bukti uang.



Dengan diterimanya uang Rp215 juta untuk Adhi dan Eko keduanya juga telah divonis masing-masing 4 tahun penjara.

"Mengadili, menyatakan terdakwa I Adhi Purnomo dan terdakwa II Eko Triyanta telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I dan terdakwa II dengan pidana penjara masing-masing selama 4 tahun dan pidana denda Rp200 juta subdiser 2 bulan kurungan," kata Ketua Majelis Hakim Rustiyono di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

Vonis itu berdasarkan dakwaan pertama pasal 12 huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Vonis itu lebih rendah dari tuntutan JPU KPK yang menuntut keduanya masing-masing pidana penjara selama 5 tahun dan denda masing-masing Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Atas putusan tersebut, baik dua terdakwa maupun JPU KPK menyatakan pikir-pikir.