Indonesia butuh delik "contempt of power"

id KUHP,Advokat, pengacara, delik hukum

Indonesia butuh delik "contempt of power"

Kegiatan Legal Update Delik Contempt Of Court, di Jakarta, Selasa, (03/09/2019). (Boyke Ledy Watra)

Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum DPN Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Luhut MP Pangaribuan berpendapat peradilan Indonesia saat ini lebih butuh delik "contempt of power" dibandingkan delik penghinaan pengadilan atau "contempt of court".

"Saya membicarakan 'contempt of power' karena kekuasaan hakim yang absolut baik secara subtansi maupun formil, itu sebenarnya yang harus dikendalikan," kata Firmansyah Arifin di Jakarta, Selasa.

Kekuasaan yang besar kata dia tentunya juga akan berdampak besar pula kalau melakukan kesalahan ataupun pelanggaran dalam peradilan.
 

"Kalau hakim miring sedikit maka orang akan tergores, yang kita harus jaga jangan sampai hakim itu terpengaruh oleh pihak-pihak yang tidak ada hubungannya dengan kekuasaan kehakiman," kata dia.

Aturan penting tersebut malah luput dalam Rancangan KUHP yang saat ini masih digodok di DPR RI, begitu juga dengan potensi hakim tergelincir pada kasus suap.

Sementara, delik penghinaan terhadap pengadilan atau "contempt of court" yang ada dalam RKUHP saat inilah menurut dia yang tidak diperlukan untuk peradilan.

"Kalau orang berkomentar di persidangan hakim bisa keluarkan dia dan perintahkan jaksa untuk memroses itu. Kalau berkomentar di luar persidangan juga sudah ada pidananya," kata dia.

Firmansyah mengatakan "contempt of power" tersebut layak dipertimbangkan masuk ke dalam KUHP, tapi tidak harus ditambahkan saat ini, karena RKUHP sudah mendekati proses pengesahan.

Delik "contempt of power" dan beberapa pasal yang masih menjadi pro dan kontra dalam RKUHP saat ini, nantinya bisa disempurnakan saat revisi aturan.