Pakar Geopolitik: Pemerintah harus jeli lihat keamanan ibu kota baru

id Ibu Kota baru,Ibu Kota Pindah,China,Kalimantan,AS

Pakar Geopolitik: Pemerintah harus jeli lihat keamanan ibu kota baru

Direktur Eksekutif Global Future Institute Hendrajit (pertama kiri), pakar ekonomi Anthony Budiawan (kedua kiri), Direktur IRESS Marwan Batubara (ketiga kiri), Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon (tengah), pakar hukum tata negara Irmanputra Sidin (ketiga kanan), budayawan Ridwan Saidi (kedua kanan), dan Direktur INDEF Tauhid Ahmad (pertama kanan). ANTARA/ Abdu Faisal

Jakarta (ANTARA) - Pakar geopolitik Hendrajit mengatakan pemerintah harus jeli melihat keamanan ibu kota negara yang baru, khususnya Pulau Kalimantan, karena lokasinya terkepung di antara armada maritim Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok.

"Kalau ibu kota di Kalimantan, kita bisa menjadi bumper dari pertarungan global antara Amerika dan Cina di Asia Pasifik," ujar Hendrajit di Jakarta, Selasa.

Menurut dia, Inggris terutama Amerika Serikat (AS) lebih dahulu menguasai wilayah itu sebagai salah satu sphere of influence (wilayah pengaruh) sejak mereka menjajah negara-negara, seperti Malaysia, Brunei Darussalam (Inggris), dan Filipina (AS).

"Cina menyadari wilayah Asia Tenggara ini sebagai sphere of influence-nya wilayah Barat," ujar Hendrajit.

Direktur Eksekutif Global Future Institute itu menuding Tiongkok ada di balik skema pemindahan ibu kota ke Kalimantan. Apalagi, pemerintah sepertinya tertarik dengan skema satu sabuk satu jalan (one belt one road/ OBOR) yang diusung pemerintah Tiongkok.



Ia mengatakan bahwa Tiongkok memiliki kepentingan untuk mengimbangi kekuatan AS dan sekutunya di sekitar wilayah Kalimantan yang bagian utara dan baratnya dikelilingi Laut Cina Selatan.

"Apalagi AS ingin mengembangkan Indo-Pasifik bersama Australia, Jepang, dan India untuk membendung skema OBOR yang diusung pemerintah Cina," ujar Hendrajit.

Hendrajit khawatir kalau ibu kota jadi pindah, posisinya akan menjadi sasaran tembak dua kubu.

"Posisi Kalimantan sangat strategis. Jika sekutu kita yang ada di sekelilingnya. Kita yang akan jadi pusat keseimbangan (episentrum). Akan tetapi, kalau musuh di sana, kita terkepung," ujarnya.

Hendrajit mengakui Kalimantan secara posisi memang sangat strategis. Pulau terbesar di Indonesia itu dekat dengan Sulawesi, Pulau Jawa, bahkan Selat Malaka dan Filipina. Akan tetapi, pada saat yang sama, itu bisa menjadi titik rawan karena posisinya yang serbadekat.

Titik rawan itu disebabkan pertarungan global AS dan Tiongkok sekarang ada di Laut Cina Selatan. Apalagi, sejak masa pemerintahan Obama yang membuat Maritime Security Plan for Asia-Pacific, sekarang ada 60 persen kapal perang AS di Laut Cina Selatan.

"Cina sadar itu. Akan tetapi, dia enggak berani frontal secara militer. Hal ini yang harus jeli dilihat Presiden Jokowi bahwa situasi di Barat dan Utara Pulau Kalimantan itu sedang tidak normal, bahkan menjadi perebutan antarangkatan laut AS dan Cina," kata Hendrajit.