Stop korban layangan, masalah klasik namun belum diatasi dengan maksimal

id Layanagan acanaman, layangajn, pontianak, untan,masalah klasik,bermain layangan,permaianan tradisional,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel,

Stop korban layangan, masalah klasik namun belum diatasi dengan maksimal

Akedemisi Fisipol Untan Pontianak, Erdi (Dedi)

Pontianak (ANTARA) - Akademisi Fisipol Universitas Tanjungpura Pontianak, Dr. Erdi, M. Si menyebutkan sudah saatnya "stop" korban akibat permainan layangan di Kalbar terutama di Kota Pontianak yang sudah menjadi masalah klasik namun belum diatasi dengan maksimal.

"Di musim kemarau seperti saat ini selain bencana kabut asap dan kekeringan, masih ada satu fenomena yang sering menghantui warga kota. Bencana dimaksud adalah layangan atau layang-layang bertali kawat atau bergelas kaca," katanya di Pontianak, Selasa.

Menurut dia, dampak permainan tersebut bukan hanya mengganggu suplai kelistrikan namun sudah sering memakan korban jiwa. Ini harus menjadi perhatian semua pihak.

Baca juga: Polisi janjikan hadiah bagi pelapor pemain layang-layang

Dosen Fisipol yang juga Staf Ahli Wakil Rektor Untan Bidang Kerjasama, mengidentifikasi bahwa paling tidak terdapat tiga hal yang saling mendukung bagi meningkatnya permainan layangan.

Pertama, hembusan angin laut menuju darat di musim kemarau menjadi faktor utama bagi terjadinya permainan layang-layang.

Kedua, musim libur sekolah atau masa awal memasuki sekolah dimana frekwensi belajar anak belum penuh sehingga waktu anak banyak tersisa di sore hari.

Baca juga: Festival layang-layang Tanjung Lesung lestarikan budaya Indonesia

Ketiga, kendornya pengawasan lingkungan dan orang tua atas anak sehingga permainan layangan di kalangan anak tidak terkontrol.

"Saya dan kita semua tahu bahwa layangan di Kota Pontianak dan Kubu Raya tidak saja dimainkan oleh kalangan anak-anak. Orang dewasa dan bahkan juga orang tua pun menyenangi permainan itu," papar dia.

Dari pengamatan dia, ketika layangan dimainkan secara normal dengan menggunakan benang nilon tanpa tali kawat dan tanpa gelasan dianggap  tidak seru.

Pikiran pemain layangan, mulai dari anak-anak hingga dewasa dan orang tua adalah beradu layangan atau sering disebut “besaok”. Sehingga benang layangan dilengkapi dengan tali kawat dan gelasan kaca agar dapat memenangkan peraduan.

"Namun, layangan yang menggunakan tali gelasan dan tali kawat telah banyak menimbulkan korban jiwa ketika pengendara sepeda motor menabrak lintasan benang gelasan dan atau tali kawat yang putus," katanya. 

Sementara benang bertali kawat dari layangan kalah itu, selain rawan bagi pengendara motor, juga menjadi ancaman kehandalan jaringan listrik di Kalbar.

Oleh karena itu, mari ia mengajak semua dengan peran masing-masing untuk menghentikan korban layangan dengan cara meningkatkan kendali pada lingkungan dan anak-anak.

"Saran saya bentuk grup WA di masing-masing RT, intens berkomunikasi di dalam grup itu, razia warga bersama RT atas laporan pemain layangan bertali kawat dari luar, cegah anak bermain layangan dengan tali kawat. Dengan empat tindakan kecil ini, semoga dapat menghentikan adanya korban permainan adu layangan bertali kawat dan bergelas kaca di lingkungan masing-masing," saran dia.