Menakar efektivitas pengenaan cukai kantong plastik di Indonesia

id Cukai kantong plastik,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara hari ini, palembang hari ini, jembatan ampera

Menakar efektivitas pengenaan cukai kantong plastik di Indonesia

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) didampingi Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/7/2019). Rapat tersebut membahas kinerja Kementerian Keuangan, penambahan barang kena cukai berupa kantong plastik, perubahan PP No 14 Tahun 2018 tentang Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian dan Pajak Hasil Pertanian. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/wsj.

Produsen pun juga dituntut berinovasi membuat kantong belanja yang ramah lingkungan
Jakarta (ANTARA) - Polusi lingkungan akibat limbah plastik masih menjadi momok di banyak negara, tak terkecuali di Indonesia. Saat ini, Indonesia menjadi penyumbang sampah plastik ke laut terbanyak kedua di dunia.

Berdasarkan penelitian Jambeck, dkk (2015), jumlah sampah plastik di Tanah Air yang dibuang ke laut sebesar 0,48 hingga 1,29 juta metrik ton per tahun.

Indonesia hanya lebih baik dari China yang menempati urutan teratas sebagai negara penghasil sampah plastik ke laut terbanyak dengan jumlah 1,32 hingga 3,53 metrik ton per tahun.

Pemerintah sebenarnya telah melakukan sejumlah langkah dalam mengendalikan pencemaran lingkungan sampah plastik. Paling baru, Kementerian Keuangan mengeluarkan usulan mengenai kebijakan pengenaan cukai pada kantong plastik.

Kementerian yang dipimpin oleh Menteri Sri Mulyani itu berpandangan bahwa penerapan instrumen fiskal berupa cukai kantong plastik merupakan upaya untuk mengatasi persoalan sampah plastik di Indonesia.

Berdasarkan data yang dimiliki Kementerian Keuangan, 62 persen sampah plastik di Indonesia berjenis kantong plastik. Angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat, mengingat kantong plastik menjadi sampah yang paling sedikit dipungut oleh pemulung.

Dengan adanya pengenaan cukai tersebut diharapkan dapat menekan konsumsi penggunaan kantong plastik di masyarakat sehingga sampah kantong plastik juga perlahan berkurang.

"Pengendalian kantong plastik dengan mekanisme cukai kami anggap tepat sesuai dengan instrumen yang didesain negara melalui Undang-Undang cukai," ujar Sri Mulyani saat melakukan rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI beberapa waktu lalu.

Penerapan cukai terhadap kantong plastik juga didukung surat edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang penerapan kantong plastik berbayar serta peraturan Presiden khusus menangani sampah laut.

"Oleh karena itu kami diberi mandat untuk menyusun peraturan mengenai cukai kantong plastik," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.

Penerapan cukai terhadap kantong plastik telah diterapkan di banyak negara, seperti Amerika Serikat, Kanada, Argentina, Meksiko, Brasil, Chili, Botswana, Kenya, hingga Rwanda.

Terkait besaran cukai kantong plastik yang diterapkan di berbagai negara tersebut berbeda-beda jika dikonversikan ke rupiah. Misalnya, Denmark Rp46.768 per kilogram, Afrika Selatan Rp41.000 per kilogram dan yang tertinggi Irlandia Rp322.990 per kilogram.

Adapun untuk di Indonesia, Kementerian Keuangan mengusulkan besaran tarif yang dikenakan pada cukai kantong plastik sebesar Rp30.000 per kilogram atau Rp200 per lembar.

Kemenkeu juga menegaskan bahwa kantong plastik yang nantinya akan dikenakan cukai hanya yang berjenis kantong plastik belanja sekali pakai atau biasa disebut kantong kresek dari bahan baku petroleum-base.

Pengenaan cukai tersebut juga masih akan dibagi berdasar tingkatan. Kantong plastik yang tidak ramah lingkungan akan dikenakan tarif tinggi. Sementara kantong plastik yang tergolong ramah lingkungan, tarif cukai yang dikenakan akan rendah.



Tak targetkan penerimaan negara

Potensi penerimaan yang diperoleh pemerintah dari pengenaan cukai pada kantong plastik bila merujuk pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019 sebesar sebesar Rp500 miliar.

Namun demikian, Pemerintah melalui Kemenkeu menegaskan bahwa tujuan utama pemerintah menerapkan cukai kantong plastik bukan untuk mengejar target penerimaan negara, melainkan untuk mengendalikan penggunaan kantong plastik tak ramah lingkungan.

Oleh karena itu, parameter keberhasilannya adalah terjadinya perbaikan konsumsi dan peredaran kantong plastik itu sendiri, bukan kepada terpenuhinya target penerimaan cukai.

"Jadi kami tekankan sekali lagi kita bukan untuk mencari revenue, tapi ini sebagai instrumen untuk pengendalian produksi plastik kita yang makin besar produksinya setiap tahun," ujar Kepala Bidang Kebijakan Kepabeanan dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nasrudin Joko Surjono.

Penerimaan yang nantinya didapat pemerintah dari cukai kantong plastik itu akan dialokasikan untuk pengelolaan kebijakan berbasis lingkungan lainnya, seperti misalnya pengelolaan sampah.

Hal tersebut saat ini masih dalam pembahasan dengan pihak-pihak terkait agar penerapannya dapat berjalan secara berkesinambungan.

Upaya mengenakan cukai pada kantong plastik untuk menjaga kelestarian lingkungan tidak akan berjalan mulus tanpa disertai kesadaran serta kepedulian dari masyarakat.

Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan kecenderungan masyarakat untuk menggunakan kantong plastik masih tergolong besar.

Dia menyebut bahwa peluang berhasilnya kebijakan pemerintah tersebut dalam mengendalikan sampah kantong plastik berada di kisaran angka 50 persen.

"Kecenderungan masyarakat kelas menengah untuk berbelanja di pasar swalayan, dengan besaran Rp200 hingga Rp500 ini tidak akan terlalu banyak mengubah perilaku penggunaan kantong plastik," kata Fithra

Meski bertujuan mengurangi penggunaan kantong plastik dan berdampak baik bagi lingkungan, besaran harga yang dikeluarkan dalam kebijakan itu dinilai cenderung inelastis berdasarkan hukum 'elasicity of demand' atau dikenal dengan elastisitas permintaan.

Selain itu harga yang diberikan oleh Menteri Keuangan untuk kebijakan fiskal bea cukai kantong plastik sebesar Rp30.000 per kilogram cenderung terlalu kecil jika dibandingkan dengan negara lain yang sudah menerapkan kebijakan serupa.

Fithra mencontohkan negara Jepang yang sudah menerapkan kebijakan serupa diketahui memberi harga tinggi untuk setiap kantong plastik yang digunakan konsumen.

"Satu plastik bisa sampai 100-200 yen setara dengan Rp10.000-Rp20.000. Plastik ukuran besar bisa sampai 500 yen, ini pun jenis plastik untuk sampah," ujar Fithra.

Oleh karena itu, kajian mendalam untuk menentukan harga dari bea cukai plastik ini masih diperlukan terutama oleh pihak ketiga yang independen seperti lembaga perguruan tinggi.

Pandangan yang dikemukakan oleh Fithra itu tidak ditampik oleh Pemerintah. Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, BKF Kemenkeu Adriyanto mengatakan kebutuhan masyarakat terhadap kantong plastik memang masih tinggi.

Oleh karena itu, agar tujuan dari kebijakan tersebut terealisasi, Adriyanto meminta masyarakat memperbaiki perilaku dengan membangun kesadaran tentang pentingnya mengurangi sampah kantong plastik.

"Solusinya kesadaran lingkungan saya pikir paling penting. Jadi peran asosiasi dan aktivis lingkungan sangat penting karena akhirnya kesadaran masyarakat menjaga lingkungan itu yang akan berperan penting menjaga lingkungan kita ini terjaga," ujar dia.

Geliatkan ekonomi masyarakat

Selain mengendalikan peredaran sampah, pengenaan cukai kantong plastik juga dinilai dapat menggeliatkan perekonomian di masyarakat. Industri lokal disebut akan berlomba-lomba untuk mengembangkan produk kantong belanja ramah lingkungan.

"Dengan adanya cukai plastik ini bisa memberikan kompetisi dengan produk-produk yang ramah lingkungan," ujar Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, BKF Rofyanto Kurniawan.

Adanya geliat perekonomian telah terlihat di beberapa daerah yang terlebih dahulu menerapkan regulasi pembatasan penggunaan kantong plastik, salah satunya di Banjarmasin.

Kota Banjarmasin telah melarang penyediaan kantong plastik pada seluruh ritel, toko modern, dan minimarket sejak 1 Juni 2016

Di kota berjuluk Seribu Sungai itu, pelaku industri lokal berhasil mengembangkan produk ramah lingkungan pengganti kantong plastik bernama tas bakul purun atau tas anyaman khas Banjar.

"Di Banjarmasin itu muncul industri lokal. Artinya manfaatkan bahan baku lokal sebagai pengganti kantong plastik ini," ujar dia.

Bila nantinya pengenaan pajak kantong plastik telah diterapkan, industri lokal diyakini akan berlomba-lomba mengembangkan produk wadah belanja berbahan ramah lingkungan.

Hal tersebut akan berdampak positif dengan banyaknya tenaga kerja yang dipekerjakan, sehingga denyut perekonomian akan terus menggeliat.

"Ke depannya perekonomian akan bergerak ke arah lebih baik, kemudian bergerak ke arah lebih hijau dan ramah lingkungan," ujar Rofyanto.

Penerapan cukai pada kantong plastik mendapat dukungan dari kalangan pelaku industri. Ketua Umum Asosiasi Masyarakat & Industri Hijau Indonesia (AMIHN) Tommy Tjiptadjaja menilai perlu ditekankan bahwa persoalan sampah plastik tak hanya kantong plastik saja.

Sampah-sampah kemasan yang terbuat dari plastik juga bagian dari masalah itu. Oleh karena itu, upaya menyelesaikan masalah sampah plastik harus dilakukan oleh semua instrumen, termasuk produsen.

"Kita semua harus berubah. Edukasi kepada konsumen penting, di sisi produsen juga banyak yang lakukan research and development, baik dari proses inovasi maupun dari sisi seberapa bisa sachet ini didaur ulang juga," ujar Tommy.

Semua upaya ini harus dilakukan bersamaan. Pemerintah melakukan upaya dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan. Kesadaran masyarakat juga harus dibangun untuk mengurangi penggunaan kantong plastik dalam kehidupan sehari-hari.

Produsen pun juga dituntut berinovasi membuat kantong belanja yang ramah lingkungan.