Menanti aliran listrik dari pembangkit listrik sampah

id pembangkit listrik bertenaga sampah,listrik indonesia,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara hari ini, jembatan ampe

Menanti aliran listrik dari pembangkit listrik sampah

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir (kiri) dan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan (tengah) dalam peresmian pilot project PLTSa Merah-Putih di Bantargebang, Bekasi, Senin (25/3/2019). (Kemenko Kemaritiman)

Pembangunan proyek percontohan itu berlangsung dalam waktu cepat yakni satu tahun, sejak groundbreaking pada 21 Maret 2018 sampai peresmian pada 25 Maret 2019
Jakarta (ANTARA) - Saat masih menjabat sebagai Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana telah banyak menyosialisasikan mengenai Perpres atau Peraturan Presiden terkait dengan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah.

Dalam berbagai sosialisasinya tersebut, salah satu kalimat yang pernah dilontarkan Rida adalah "hilangkah sampah dari kota, jadikan listrik sebagai bonusnya".

Rida Mulyana sejak 20 Februari 2019 telah berpindah jabatan menjadi Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, tetapi tekad pemerintah untuk mempercepat pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah tetap berlanjut.

Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan pada 12 April 2018.

Berdasarkan laman resmi Sekretariat Kabinet, regulasi itu menegaskan bahwa pengolahan sampah untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan, mengurangi volume sampah secara signifikan demi kebersihan dan keindahan kota, serta menjadikan sampah sebagai sumber daya dilakukan secara terintegrasi dari hilir sampai ke hulu melalui pengurangan dan penanganan sampah.

Dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), maka juga bisa mengurangi volume sampah secara signifikan, sehingga pemerintah memandang perlu mempercepat pembangunan instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan di provinsi dan kabupaten/kota tertentu.

Sebanyak 12 kota telah dipilih sebagai awal pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan, yaitu wilayah Provinsi DKI Jakarta; Kota Tangerang; Kota Tangerang Selatan; Kota Bekasi; Kota Bandung; Kota Semarang; Kota Surakarta; Kota Surabaya; Kota Makassar; Kota Denpasar; Kota Palembang; dan Kota Manado.

Pemerintah daerah kota sebagaimana dimaksud dalam Perpres ini dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah kabupaten/kota sekitar dalam satu daerah provinsi dalam membangun instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik menggunakan teknologi ramah lingkungan.

Selain itu, dalam melakukan percepatan pembangunan PLTSa, menurut Perpres gubernur atau wali kota dapat menugaskan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk membangunnya, atau menggelar kompetisi badan usaha.

Sedangkan dalam hal tidak ada Badan Usaha yang berminat atau tidak lulus seleksi dan tidak ada BUMD yang mampu untuk ditugaskan, percepatan pembangunan PLTSa dapat dilakukan melalui penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atas usulan gubernur atau wali kota.

Pengelola Sampah dan Pengembang PLTSa wajib memenuhi perizinan di bidang lingkungan hidup dan perizinan di bidang usaha penyediaan tenaga listrik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Manfaat ganda
Manfaat dari PLTSa juga diamini oleh berbagai pejabat pemerintahan, termasuk Wakil Presiden Jusuf Kalla yang dalam sejumlah kesempatan menerangkan bahwa pembangkit listrik berbasis sampah dapat memberikan manfaat ganda sekaligus, yakni dari sisi eknomi dan lingkungan.

Secara ekonomi, ujar Wapres, listrik berbasis sampah dinilai dapat bersaing dengan listrik biasa, sehingga masih dapat diperoleh nilai ekonomis dan hematnya dinilai dari satuan harga per dolar Amerika Serikat (AS) untuk setiap kilo watt jam (kilo watt hour/kwh).

Ia juga mengemukakan bahwa pemerintah siap memberikan subsidi untuk pembelian listrik berbasis sampah tersebut, seperti yang diatur dalam Perpres Kebijakan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah dan Percepatan Pembangkit Listrik berbasis Sampah.

Sementara dari segi lingkungan, Wapres menyatakan, pembangkit listrik dari sampah dapat mengurangi keberadaan sampah di kota-kota yang jumlahnya semakin meningkat.

Sebagai contoh di Jakarta, dengan total sampah sebanyak 6.000 ton per hari, itu dapat menghasilkan tenaga listrik sekitar 50 megawatt (MW).

Pada 25 Maret 2019 lalu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan, bersama-sama dengan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir juga telah meresmikan proyek percontohan PLTSa Merah-Putih di Bantargebang, Bekasi.

Menurut Menko Luhut ketika itu, proyek percontohan di Bantargebang, Bekasi, Jabar itu layak dibanggakan antara lain karena hampir seluruhnya memanfaatkan komponen lokal atau Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Luhut menuturkan, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang diberi nama PLTS Merah-Putih ini adalah upaya pemecahan masalah sampah perkotaan di Indonesia.

PLTSa ini memiliki kapasitas pengolahan sampah sebesar 100 ton/hari. PLTSa ini dapat menghasilkan listrik sebanyak 750 kWh menggunakan sampah yang sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi.

Luhut juga menambahkan teknologi PLTSa ini dapat dimasukan dalam "e-katalog" milik pemerintah untuk mempercepat proses pengadaan bagi kota-kota yang ingin mengaplikasikan PLTSa.

Menurut dia, jika dapat diterapkan pada kota-kota lain di Indonesia, maka permasalahan penyediaan lahan untuk pembuangan sampah akan teratasi.



"Waste to Energy"
Sementara itu, Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Hammam Riza mengatakan PLTSa Merah-Putih menggunakan teknologi thermal yang terbukti dan telah banyak dipakai untuk proyek "waste to energy" di dunia.

Teknologi thermal tersebut juga ramah lingkungan karena dilengkapi dengan pengendali polusi. Selain itu, PLTSa ini ekonomis dan cocok digunakan untuk karakter sampah di Indonesia yang umumnya tercampur karena kurangnya kesadaran untuk memilah sampah sebelum dibuang.

Ia mengingatkan bahwa karakter sampah di Indonesia juga mengandung bahan organik yang tinggi, memiliki kelembapan yang tinggi, dengan nilai kalori yang rendah.

"Ini merupakan hasil kajian BPPT dan dibangun dengan mitra lokal. Sebagian besar peralatan merupakan produksi dalam negeri sehingga kami dengan bangga menamakannya PLTSa Merah-Putih," ungkap Riza.

Pembangunan proyek percontohan itu berlangsung dalam waktu cepat yakni satu tahun, sejak groundbreaking pada 21 Maret 2018 sampai peresmian pada 25 Maret 2019.

Hamam menuturkan PLTSa yang dibangun dengan biaya Rp98 miliar itu dibangun dengan kapasitas pengolahan sampah mencapai 100 ton per hari, dan akan menghasilkan listrik sebagai bonus sebanyak 700 kilowatt per jam.

Selain Perpres, saat ini juga sedang digodok Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT), yang dinilai Anggota Komisi VII DPR RI Tifatul Sembiring penting agar warga ke depannya agar tidak mengalami "kejut budaya".

Menurut Tifatul, bila RUU EBT pada periode pembahasan 2014-2019 tidak terselesaikan, maka RUU tersebut harus diberi catatan untuk diprioritaskan.

Hal itu, ujar dia, karena energi fosil seperti minyak bumi akan terkikis dengan cepat sehingga warga juga perlu untuk dapat beradaptasi dengan cepat terhadap penggunaan EBT.


Lambat
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyebut pengembangan energi baru dan terbarukan masih sangat lambat meski Indonesia kaya akan potensi sumber daya EBT.

Fabby menuturkan sepanjang 2015-2018, penambahan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan hanya 882 mega watt (MW). Padahal, di era sebelumnya, yakni 2010-2014, kapasitas pembangkit EBT bisa mencapai 2.615,7 MW.

Kalau ini diteruskan sampai 2019, ia memperkirakan bahwa jumlah itu hanya bertambah 300 MW sehingga total kapasitas maksimum hanya 1.200 MW.

Dengan capaian porsi EBT dalam bauran energi yang saat ini baru 8 persen, pemanfaatan EBT masih disebut sangat lambat. Padahal sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) capaian saat ini seharusnya sudah mencapai 16 persen agar bisa mencapai target 23 persen pada 2025.

Di tempat terpisah, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM, Harris mengemukakan, pemerintah mengharapkan kerja sama dan gelombang semangat yang sama dari semua pemangku kepentingan dalam upaya akselerasi pengembangan energi baru terbarukan.

"Harapan-harapan yang belum tercapai, langkah-langkah yang belum maksimal, peluang-peluang yang sudah ada di depan mata tetapi belum kita eksekusi secara baik, kami menyadari penuh itu membutuhkan kerja sama dan juga semangat yang sama, dan tentunya banyak hal-hal yang perlu dipenuhi sebagai persyaratan untuk kita bisa maju lebih lagi ke depannya dalam pengembangan energi baru, terbarukan," kata Harris pada Indosolar Expo & Forum 2019 di Surabaya, Kamis (11/7).

Sebagai salah satu contoh dari pembangkit listrik energi baru dan terbarukan, PLTSa juga merupakan harapan agar semakin banyak lagi aliran cahaya yang mengalir kepada seluruh rakyat di berbagai wilayah Nusantara.