Calon PM Inggris desak pajak atas raksasa teknologi global

id facebook,google,netflix,boris johnson,pajak raksasa teknologi,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara hari ini, palem

Calon PM Inggris desak pajak atas raksasa teknologi global

Boris Johnson, seorang kandidat kepemimpinan untuk Partai Konservatif Inggris, bereaksi selama kunjungannya ke pertanian Nosterfield dekat Ripon, North Yorkshire, Inggris 4 Juli 2019. Oli Scarff/Pool via REUTERS

York, Inggris (ANTARA) - Boris Johnson, kandidat utama untuk menggantikan Theresa May sebagai Perdana Menteri Inggris, mengatakan pada Kamis (4/7) bahwa pemerintah harus menemukan cara untuk memajaki raksasa teknologi global atas pendapatan mereka.

"Saya pikir itu sangat tidak adil bahwa usaha-usaha di pinggir jalan raya membayar pajak melalui hidung ... sedangkan raksasa internet, FAANG - Facebook, Amazon, Netflix, dan Google - hampir tidak membayar apa-apa," kata Johnson pada acara hustings kepemimpinan di York, Inggris utara.

“Kita harus menemukan cara memajaki raksasa internet atas penghasilan mereka, karena saat ini itu tidak adil.”

Sebelumnya, para menteri keuangan yang tergabung dalam forum G20 menyusun aturan guna menutup celah yang kerap dimanfaatkan perusahaan teknologi raksasa dalam mengurangi pajak korporasi. Salah satu aturan yang disusun bertujuan membebani pajak yang tinggi terhadap perusahaan teknologi multinasional.

Dalam pertemuan yang dilangsungkan di Fukuoka, Jepang, Juni lalu, para perwakilan dari 20 negara tersebut mengecam perusahaan teknologi dunia seperti Facebook, Google, Amazon serta lainnya sebab memotong tagihan pajak dengan membukukan keuntungan di negara-negara berpajak rendah tanpa memperhitungkan lokasi konsumen akhir.

Dalam rancangan tersebut, Inggris dan Prancis menjadi dua negara yang paling vokal dalam mendukung proposal penetapan pajak kepada perusahaan teknologi raksasa dalam mempersulit menggali keuntungan di wilayah hukum berpajak rendah.

Kedua negara tersebut berselisih paham dengan perwakilan Amerika Serikat yang menuding kedua negara tadi memperlakukan perusahaan teknologi asal Amerika Serikat diperlakukan tidak adil.