Chile berhasrat buat sejarah Copa America melawan Peru

id timnas chile, timnas peru, semifinal copa america

Chile berhasrat buat sejarah Copa America melawan Peru

Para pemain tim nasional Chile setelah memenangkan adu penalti 5-4 atas Kolombia dalam laga perempat final Copa America 2019 di Stadion Arena Corinthians, Sao Paulo, Brasil, Jumat (28/6/2019) setempat. (ANTARA/AFP/Nelson Almeida)

Jakarta (ANTARA) - Gelandang Chile Arturo Vidal mengatakan tim juara bertahan Copa America itu saat ini fokus mencetak sejarah menjelang pertandingan semifinal melawan Peru.

Juara pada 2015 dan 2016 itu mengejar gelar ketiga pada turnamen kontinental ini secara berurutan, prestasi yang sebelumnya hanya dicapai sekali oleh Argentina pada 1945-1947.

"Kami ingin meninggalkan warisan kami sebagai juara tiga kali, itu mimpi kami," kata gelandang Barcelona yang menjadi bagian tak terpisahkan dari dua keberhasilan Chile sebelumnya.

"Itulah mengapa kami ingin memainkan pertandingan Copa terbaik kami melawan Peru. Akan menjadi sesuatu yang bersejarah bagi kami jika mencapai final dan itulah tujuan kami," tambahnya seperti dikutip AFP, Selasa.

Chile menghadapi Peru pada semifinal 2015 di kandang sendiri ketika mereka menang 2-1 sebelum mengalahkan Argentina dalam adu penalti di final untuk mencapai sukses kontinental pertama mereka.

"Kami perlu memainkan pertandingan yang sempurna, untuk memenanginya dengan kewibawaan," tambah Vidal.

"Peru mempunyai kerja tim yang hebat, mereka bermain bagus, sangat mirip dengan Kolombia," yang Chile kalahkan pada adu penalti di perempat final.

"Itulah mengapa ini akan menjadi pertandingan yang sangat sulit dan menakjubkan bermain di dalamnya."

Vidal menunjuk kapten dan striker Peru Paolo Guerrero sebagai ancaman terbesar yang akan dihadapi Chile pada Rabu.

Guerrero dan pemain Chile Eduardo Vargas, masing-masing dengan 12 gol, adalah dua pencetak gol teratas yang masih aktif dalam sejarah Copa.

"Ia seorang pemain yang tahu bagaimana bermain melawan empat pertahanan dan selalu dibutuhkan banyak dari kami untuk menjaganya," kata Vidal.

Vargas, yang mencetak dua gol dalam pertandingan pembuka Chile saat membabat Jepang 4-0, mungkin tidak pernah mendapat kesempatan untuk menambah catatan Copa-nya, sekiranya tidak ada yang mengubah pikiran pelatih Chile asal Kolombia Reinaldo Rueda.

Vargas, dikenal sebagai "Turboman" atas tenaganya yang luar biasa, tidak disukai Rueda karena alasan disiplin menyusul pertandingan persahabatan dengan Swedia pada 2018.

Ia diabaikan selama hampir 18 bulan oleh pelatih asal Kolombia itu sebelum dipanggil kembali untuk Copa America menyusul 17 gol dalam 49 pertandingan bagi klubnya di Meksiko Tigres musim lalu.



Itu adalah langkah yang baik karena Vargas tampil menggetarkan dalam turnamen tersebut bersama Alexis Sanchez -- yang tampak seperti dirinya yang dulu setelah 18 bulan menderita di Manchester United -- dan Jose Fuenzalida dalam trisula serangan maut Chile.

Kondisi baik

Peru adalah jelas tim underdog yang secara mengejutkan lolos ke semifinal.

Mereka tiba pada babak sistem gugur setelah mengalami demoralisasi usai dihajar 0-5 oleh tuan rumah Brasil dalam pertandingan grup terakhir mereka dan maju ke semifinal melalui adu penalti, namun hanya setelah tiga gol Uruguay dibatalkan karena offside pada pertandingan perempat final mereka, dua di antaranya dengan margin paling tipis yang terlihat oleh VAR namun tidak tampak oleh mata telanjang.

Meski demikian, pelatih Ricardo Gareca mengatakan tidak ada tanda-tanda perasaan rendah diri dari para pemain.

"Kami berada dalam kondisi yang tepat untuk menangani pertandingan semacam ini," katanya.

"Mungkin ini pertandingan yang lebih besar dibanding yang lain sebelumnya tapi kami bisa bermain lebih baik."

Sementara Chile bisa membanggakan talenta-talenta mapan berbasis Eropa di lini tengah seperti pemain Barcelona Vidal, Charles Aranguiz dari Bayer Leverkusen dan pemain Bologna Erick Pulgar, Rueda merasa bahwa dalam Christian Cueva, yang bermain bagi klub Brasil Santos, ia mempunyai salah satu pemain paling diremehkan dalam turnamen tersebut.

"Sejauh yang kami ketahui, Cuevo tidak mendapat apresiasi yang pantas ia terima dari penampilannya bagi tim nasional, saya tidak tahu mengapa," kata Rueda.

"Sering kali saya melihat umpan-umpan dari pemain Eropa yang memunculkan kekaguman berlebihan, tapi saya melihat Cuevo menciptakan umpan-umpan yang sama baiknya berlalu tanpa disadari sama sekali."

Ini kali ketiga dalam empat edisi terakhir Peru telah mencapai semifinal namun mereka tidak pernah mencapai final sejak 1975 ketika memenangi gelar Copa kedua mereka.

Faktanya, hanya dua kali mereka mencapai final -- yang pertama di kandang sendiri pada 1939 -- mereka memenangi turnamen.