Al Quran tua tulisan tangan tersimpan di Museum Sultra diperdebatkan

id sejarah,alquran tua,museum kendari,seminar sejarah,kebudayaan muna,sejarah muna

Al Quran tua tulisan tangan tersimpan di Museum Sultra diperdebatkan

Guru besar yang juga Ahli Naskah UHO Kendari Prof Dr.La Niampe (kedua kanan) beserta dua nara sumber lainnya pada seminar sejarah dan kebudayaan Muna di UPTD Museum dan Taman Budaya Sultra, Jumat. (ANTARA News Sultra/Azis Senong)

....Al Quran tertua ini ditulis tangan dengan jenis kertas 'dluwang', hanya saja belum ada yang tahu siapa penulisnya....
Kendari (ANTARA) - Seminar sejarah dan kebudayaan Muna yang digelar di Kendari, Jumat (28/6) menyoroti dan menjadi perdebatan tentang Al Quran tulisan tangan yang usianya diperkirakan 400 tahun yang tersimpan di Museum Provinsi Sultra.

Seminar yang menghadirkan beberapa pakar sejarah dan budaya dari Universitas Haluoleo (UHO) Kendari, Sulawesi Tenggara, itu  yang mengundang banyak perhatian  adalah masih tersimpannya kitab suci Al Quran yang katanya ditulis sekitar abad ke-15 sebelum masehi atau sekitar tahun 1501 dengan Raja Muna saat itu bernama Sugi Manuru yang asal mulanya dari Luwu, Sulsel itu mendapat bantahan dari Ahli Naska kuni Prof. Dr La Niampe,M.Hum.

Prof La Niampe yang juga guru besar Univeritas Haluoloo Kendari mengatakan, kitab Suci Alquran tulisan tangan yang ditemukan di Muna. dari segi bahan kertas yang digunakan dan tulisan diakuinya memang benar asli, tapi dari segi usia, Alquran itu ditulis pada abad awal ke-19 atau perkiraan antara tahun 1824 hingga 1851.

Ia mengatakan, kertas yang digunakan dalam penulisan kitab itu masih menggunakan kertas vatria produk bangsa Eropa, dan itu masih disabotase oleh pihak penjajah pada waktu itu. Sedangkan ada bahan baku penulisan dari daerah seperti Lontara dari Sulsel juga belum bisa digunakan untuk menulis Al Quran di zaman abad ke 15 karena masih sifatnya putus-putus dalam penulisannya.

"Oleh karena itu, nanti sekitar abad ke-19, penulisan naskah-naskah kuno termasuk kitab Alquran yang dari Muna itu baru bisa disempurnakan oleh penulisnya di era Kerajaaan Sultra di Buton Muhammd Idrus atau Abdul Wahid melalui sekretaris Sultan," kata La Niampe yang juga sebagai ahli Filologi di tanah air tersebut.

Ia mengatakan, klaim mengklaim terkait sejarah dan kebudayaan adalah hal biasa, sebab setiap era dalam kurun waktu 50 tahun pasti akan ada perubahan bentuk temuan termasuk kitab suci Alquran yang ditemukan di Muna tersebut.

Namun tidak dipungkiri, bahwa dengan adanya kitab suci umat Islam ini menjadi bukti sejarah awal mula masuknya agama Islam di jazirah Kepulauan di Muna dan Buton, dan daratan wilayah Sultra.

Untuk diketahui bahwa, kondisi kitab Suci Alquran yang tersimpan rapi di Museum Provinsi terlihat lembarannya sudah acak-acakan meskipun disimpan dalam "fitting". Bagian sudut kitab ini rusak dimakan usia, lembaran kertasnya juga sudah sobek dan usang.
Seminar tentang sejarah dan kebudayaan Muna, Nampak Kepala UPTD Mseum dan Taman Budaya Dody Syahrulsyah memegang dagu.(foto ANTARA/ Azis Senong)

Kepala UPTD Museum dan Taman Budaya Sultra Dody Syahrulsyah yang didampingi kepala seksi Museum dan Koleksi Yustinus L menjelaskan, Al Quran tua yang dimabil dari masjid tua di Kecamatan Tungkuno Kabupaten Muna itu hingga kini dijadikan sebagai benda bersejarah di Museum Sultra.

"Al Quran tertua ini ditulis tangan dengan jenis kertas 'Dluwang', hanya saja belum ada yang tahu siapa penulisnya. Al Quran ini ditulis menggunakan tinta yang diramu khusus dari buah pohon. Alat tulisnya masih terbuat dari koroka atau lidi pohon enau,” kata Yustinuis meneruskan perkataan dari pengurus masjid tua di Muna pada saat itu.

Menurut Dody, kondisi ribuan koleksi dan benda bersejarah di museum Sultra saat ini sangat memprihatinkan, karena proses perawatannya pun tidak seperti beberapa tahun lalu dengan dukungan anggaran, namun selama beberapa tahun ini tidak ada lagi.

"Dengan kegiatan seminar sejarah dan kebudayaan ini, sedikitnya bisa menggugah kita sebagai generasi penerus, bahwa kita ada hingga jaman melenial ini karena adanya perjalan sejarah yang tidak bisa dilupakan begitu saja," ujaranya.

Rangkaian seminar Sejarah dan Kebudayaan Muna juga menghadirkan dekan Fakultas Budaha UHO Dr.Ahmad Marhadi dan Dr.Ader Laeep dosen FKIP UHO sebagai nara sumber dengan jumlah peserta lebih dari 150 orang terdiri dari para mahasiswa dan guru SD, SMP dan SLTA di Kota kendari .