Operasi halau gajah liar dimulai setelah tertunda sehari

id konflik gajah di riau,gajah sumatera,BBKSDA Riau,wwf,Presiden Prancis ,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara hari i

Operasi halau gajah liar dimulai setelah tertunda sehari

Indro, satu dari dua ekor gajah binaan dari Tim Elephant Flying Squad tiba di Kecamatan Peranap untuk menghalau enam gajah Sumatera liar di Kabupaten Inhu, Riau. (Antara/HO-BBKSDA Riau)

Pekanbaru (ANTARA) - Setelah sempat tertunda satu hari akibat kondisi cuaca, Tim gabungan baru bisa memulai operasi penghalauan enam ekor gajah sumatera (elephas maximus sumatranus) liar dari area perkebunan warga di Kabupaten Indragiri Hulu, Provinsi Riau.

“Karena kemarin kondisi alam tidak memungkinkan, baru pada hari ini dimulai pukul 08.00 WIB tim melakukan penggiringan gajah yang dipimpin oleh Kepala Bidang KSDA Wilayah I, Hansen Siregar,” kata Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Suharyono, di Pekanbaru, Kamis.

Ia menjelaskan, pihaknya sebenarnya sudah berupaya mengatasi konflik tersebut sekitar 10 hari terakhir. Namun, kondisi jumlah gajah liar terlalu banyak sehingga harus mengerahkan gajah binaan yang baru bisa diberangkatkan Rabu kemarin (12/6) dari Taman Nasional Tesso Nilo. Operasi gabungan ini turut melibatkan Tim Balai Taman Nasional Tesso Nilo dan WWF.

“Petugas kami sudah di sana sejak H-3 Lebaran sampai sekarang sudah seminggu setelah Lebaran. Saya salut dengan anggota yang sampai tak sempat pikirkan Hari Raya Idul Fitri,” katanya.

Hansen Siregar selaku Ketua Tim Penanggulangan Konflik Gajah dan Manusia di Inhu, menambahkan, jadwal operasi penghalauan terpaksa mundur sehari karena kondisi cuaca yang membuat mobilisasi pasukan gajah agak terkendala. Dua gajah binaan dari Tesso Nilo baru tiba sore hari sekitar pukul 15.00 WIB.

“Gajah tersebut dibawa siang hari membuat gajah dehidrasi, karena itu mereka istirahat dahulu dan kita mulai penggiringan Kamis pukul 8 pagi,” kata Hansen.

Ia mengatakan, dua gajah binaan yang diberi nama Rahman dan Indro cukup terlatih dan berani untuk menghalau gajah liar. Meski begitu, menghalau enam gajah liar bukan perkara mudah.

Butuh strategi seksama karena gajah liar tersebut berada di dua kecamatan, yakni di Peranap dan Kelayang. Jumlah gajah liar paling banyak di Peranap ada empat ekor, karena itu Rahman dan Indro ditempatkan di sana. Sedangkan dua ekor gajah liar lagi di Kelayang, tepatnya di Desa Sungai Kuning.

“Mereka sebenarnya satu kelompok dari lanskap Tesso Nilo, tapi terpecah dua karena dihalau warga,” ujarnya.

Ia mengatakan, jarak dua kelompok gajah liar diperkirakan sekitar 10 km. Tim gabungan dengan pasukan gajah harus hati-hati karena di sekitar tersebut akan melalui permukiman penduduk. Operasi penggiringan itu akan mencoba menghalau enam ekor satwa dilindungi itu agar kembali masuk ke kantong gajah Tesso Nilo.

“Karena itu penggiringan tidak bisa dilakukan pada malam hari karena beresiko untuk manusia dan gajah latih kita,” kata Hansen.