Hidroponik solusi bertani di lahan sempit menjadi produktif

id Kementan RI ,Desa Cisarua ,Kecamatan Sukaraja ,Kabupaten Sukabumi,Pertanian,hidroponik

Hidroponik solusi bertani di lahan sempit menjadi produktif

Petani saat memanen sayuran pakcoy yang menggunakan lahan hidroponik di Desa Cisarua, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jabar. (ANTARA/Aditya Rohman).

Sukabumi, Jabar (ANTARA) - Semakin sempitnya lahan pertanian produktif karena alih fungsi, Kementerian Pertanian RI mendorong para pelaku usaha di sektor pertanian untuk mulai menganjurkan untuk beralih ke metode hidroponik.

"Hidroponik ini merupakan solusi untuk tetap menghasilkan produk pertanian di lahan terbatas. Keunggulan metode ini, tidak memakan tempat, kualitas lebih baik, tahan serangan hama dan mudah dipantau," kata Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan Mohamad Ismail Wahab di Sukabumi, Rabu.

Menurutnya, teknologi pertanian saat ini semakin maju seperti hidroponik yang dikembangkan petani di Desa Cisarua, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Sukabumi, Jabar. Hanya dengan menggunakan lahan yang tidak terlalu luas setiap bulan mampu menghasilkan empat sampai lima ton sayuran seperti pakcoy, sawi dan lektus.

Bahkan, harga sayuran hidroponik ini jauh lebih tinggi hingga enam kali lipat setiap kilogramnya seperti harga pakcoy yang biasanya hanya Rp4 ribu/kg tetapi hasil panen sayuran hidroponik ini mencapai Rp24 ribu/kg.

Selain itu, pangsa pasarnya pun masih luas yang mayoritas pasar modern, cafe dan hotel. Tentunya metode ini bisa membuka bisnis baru di sektor pertanian dan siapapun bisa melakukan dengan memanfaatkan lahan perkarangan rumah atau terbatas.

Tetapi biaya awal untuk membuat pertanian hidroponik ini memang cukup mahal dan alatnya pun tidak sembarang. Jika target penjualannya ke kalangan atas, maka alat yang digunakan harus punya lisensi khusus.

"Metode ini akan kami terus kembangkan dan tularkan ke petani di Indonesia karena keuntungannya besar, meskipun modal awalnya juga besar. Tapi untuk balik modal tidak perlu membutuhkan waktu yang lama," katanya.

Sementara, petani hidroponik di Desa Cisarua Saiful Bahri mengatakan usahanya ini baru berjalan beberapa bulan dan ternyata peminatnya banyak. Bahkan hasil panen setiap bulan belum bisa memenuhi permintaan.

"Sebulan, saya diminta mendistribusikan delapan ton pakcoy untuk ke hotel, cafe dan pasar modern. Tetapi baru bisa terpenuhi empat sampai lima ton saja. Ke depan kami akan menambah lahan pertanian hidroponik ini untuk memenuhi permintaan dari konsumen," katanya.*