Masyarakat "Pulau Salah Nama" Banyuasin puluhan tahun menanti akses air bersih

id Pulau salah nama,Pulau salah nama banyuasin,Kesulitan air bersih,Warga butuh air bersih,Masyarakat pulau salah nama butu

Masyarakat "Pulau Salah Nama" Banyuasin puluhan tahun menanti akses air bersih

Pemukiman pesisir Pulau Salah Nama Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan (ANTARA/HO/ACT Sumsel)

...Mandi di pinggir sungai sangat berbahaya bagi anak-anak, sudah beberapa kali ada anak yang meninggal akibat tenggelam saat mandi....
Palembang (ANTARA) - Masyarakat Pulau Salah Nama di Kabupaten Banyuasin selama puluhan tahun terus menanti kehadiran akses air bersih dari pemerintah maupun pihak swasta.

Tokoh masyarakat Pulau Salah Nama, Syahrul kepada Antara, Minggu mengatakan, warga harus menyeberangi Sungai Musi ke Kecamatan Mariana ketika ingin membeli galon air bersih setiap hari, kondisi tersebut dikeluhkan masyarakat.

"Masyarakat memang sudah lama meminta sarana air bersih, tapi kami bingung ingin mengusulkan penyediaan air bersih ini kemana," ujar Syahrul.

Masyarakat pulau tersebut harus membeli air galon seharga Rp5.000, dalam satu hari satu kepala keluarga membutuhkan dua galon air bersih, artinya pengeluaran bisa mencapai Rp200.000 per kepala keluarga.

Sehingga cukup menekan kondisi ekonomi warga yang hanya bekerja sebagai nelayan kecil dan petani sawah rawa, selain itu pada momen tertentu seperti lebaran dan pernikahan kebutuhan air bersih ikut meningkat.

Menurut dia, air bersih sangat dibutuhkan masyarakat untuk keperluan sehari-hari seperti memasak dan minum, sedangkan keperluan mandi cuci kakus (MCK) biasa warga lakukan di pinggir sungai.

"Tapi, seandainya bisa, ada air bersih untuk MCK juga, karena mandi di pinggir sungai sangat berbahaya bagi anak-anak, sudah beberapa kali ada anak yang meninggal akibat tenggelam saat mandi," lanjutnya.

Sejak dihuni pertama kali pada 1960-an sampai sekarang, Pulau Salah Nama mengalami serba kesulitan dalam akses transportasi, kesehatan, pendidikan, air bersih dan infrastruktur, seluruh rumah dibangun semi permanen serta berbentuk panggung.

Permasalahan lainnya, lanjut Syahrul, anak-anak sekolah kesulitan saat akan bersekolah, dulu masyarakat pernah menerima bantuan pemerintah berupa kapal penyeberangan, namun pemerintah hanya membiayai untuk tiga bulan pertama.

"Ujungnya saya harus menanggung beban biaya operasional kapal itu, sekarang kapalnya stop, anak-anak sekolah pakai kapal kecil saat menyeberangi sungai," jelas Syahrul.

Pulau Salah Nama atau kerap dikenal sebagai Pulau Banjar luasnya sekitar 170 hektare, dihuni oleh 305 jiwa yang terdiri dari 74 kepala keluarga, mayoritas bermukim di sisi tengah selatan pulau, sisanya tersebar di dua ujung pulau, mayoritas masyarakat bekerja sebagai nelayan dan bertani sawah rawa di belakang pemukiman.