Rupiah diperkirakan tertekan jelang data transaksi berjalan

id Transaksi berjalan,perang dagang,Hemat Energi Harga Terjangkau,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara hari ini, pale

Rupiah diperkirakan tertekan jelang data transaksi berjalan

Pengunjung menunjukan lembaran uang rupiah dan dollar Amerika Serikat di salah satu tempat penukaran uang. (ANTARA FOTO/Zabur Karuru)

Jakarta (ANTARA) - Pergerakkan nilai tukar rupiah pada Jumat ini diperkirakan masih tertekan dengan penggerak utama sentimen dari domestik yakni pengumuman neraca transaksi berjalan periode kuartal I 2019.

Jika neraca transaksi berjalan kuartal I 2019 masih defisit melebihi lima miliar dolar AS, kurs rupiah akan semakin terpukul, ditambah sentimen eksternal dari memanasnya perang dagang antara AS dan China.

"Kalau data transaksi berjalan ini dirilis saat jam buka pasar, tentu akan mempengaruhi pergerakan rupiah hari ini. Bila defisi transaksi berjalan masih negatif di atas lima miliar dolar AS bisa jadi faktor tekanan untuk Rupiah," kata Kepala Riset PT Monex Investindo Futures Ariston Tjendra kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.

Di kuartal IV 2018, defisit transaksi berjalan Indonesia membengkak hingga 9,1 miliar dolar AS atau 3,57 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Bank Indonesia (BI) sebelumnya meyakinkan bahwa defisit transaksi berjalan di kuartal I 2019 akan lebih rendah dibanding kuartal IV 2018.

Adapun, Bank Sentral akan mengumumkan data transaksi berjalan dan data neraca pembayaran Indonesia pada Jumat siang ini.

Pada Jumat pagi ini, kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka menguat 0,17 persen menjadi Rp14.320 per dolar AS di perdagangan pasar spot, Jumat.

Meski dibuka terapresiasi, rupiah masih memiliki probabilitas untuk melemah. Terlebih, pelemahan rupiah pada beberapa hari terakhir sudah menembus ke atas kisaran resisten Rp14.340 per dolar AS.

Sentimen dari eksternal juga cukup besar menyusul sikap pelaku pasar yang menanti-nanti hasil kunjungan Wakil Perdana Menteri China Liu He ke Washington AS akhir pekan ini.

Gonjang-ganjing hubungan dagang negara ekonomi raksasa dunia, AS dan China sudah mengganggu pasar dalam beberapa hari terakhir. Pelaku pasar sempat berekspetasi positif, setelah perundingan Washington dan Beijing berjalan mulus, namun ekspetasi itu sirna setelah Presiden AS Trump mengancam akan menaikkan bea impor untuk China.

Dalam cuitannya, Trump menuduh China melanggar janji. Oleh karena itu, dia akan menaikkan bea masuk untuk importasi produk-produk China senilai 200 miliar dolar AS dari 10 persen menjadi 25 persen, pada 10 Mei 2019.

Menyikapi ancaman AS ini, negeri "Tirai Bambu" memanaskan bara perseteruan dengan menyatakan akan melakukan serangan balik.