Jakarta (ANTARA) - Ketua Setara Institute Hendardi menilai produk Ijtima Ulama III adalah pendapat sekumpulan elite politik yang mengatasnamakan ulama Indonesia untuk tujuan politik praktis dan jauh dari semangat memperjuangkan nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan.
"Sebanyak lima butir keputusan itu bukanlah produk hukum melainkan produk kerja politik, sehingga tidak perlu dipatuhi oleh siapapun," kata Hendardi dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat.
Hendardi juga menilai keputusan itu lebih merupakan ekspresi dari kelompok masyarakat dan bagian dari kritik terhadap penyelenggaraan Pemilu 2019, yang secara umum telah dilaksanakan dengan prinsip keadilan pemilu.
"Jika pun terdapat berbagai kekurangan, pelanggaran, dan kekecewaan, maka semua itu diselesaikan melalui mekanisme demokratik yang tersedia," kata Hendardi
Keputusan ijtima ulama yang ditandatangani oleh KH Abdul Rasyid Abdullah Syafie, Ustaz Yusuf Muhammad Martak, Ustaz Zaitul Rasmin, Ustaz Slamet Maarif, KH Sobri Lubis, dan Ustaz Bachtiar Nashir itu semakin kehilangan legitimasinya, lebih menyerupai provokasi elite kepada publik untuk melakukan perlawanan dan mendelegitimasi kinerja penyelenggara pemilu.
"Sekalipun kebebasan berpendapat dan berkumpul ini dijamin oleh UUD Negara 1945, akan tetapi, jika keputusan itu memandu gerakan-gerakan nyata melakukan perlawanan atas produk kerja demokrasi melalui jalur-jalur melawan hukum, termasuk menggagalkan proses pemilu, maka aparat keamanan dapat mengambil tindakan hukum," kataHendardi.
Pegiat HAM ini menambahkan, dari lima butir keputusan Ijtima Ulama III, tampak terlihat inkonsistensi keputusan yang satu dengan lainnya.
Satu sisi mendorong BPN Prabowo-Sandi menempuh jalur legal-konstitusional, tetapi di sisi lain tanpa mau repot beracara di Mahkamah Konstitusi, meminta pasangan Jokow-Maruf didiskualifikasi dari proses kontestasi.
Hasil kesepakatan sejumlah elite ini hanya mempertegas praktik politisasi agama oleh sejumlah elite, seperti penggunaan argumen 'amar ma'ruf nahi munkar', penegakan hukum dengan cara syar'i sebagai cara membakar emosi umat.
"Sudah cukup bukti bahwa politisasi agama dan membakar emosi umat telah membuka jarak antarwarga dan memperkuat segregasi sosial di antara kita. Ini waktunya kita kembali menyatu dalam wadah Indonesia," katanya.
Berita Terkait
Miliki kriteria pemimpin, Ulama di Sumsel Minta Sandiaga Uno maju jadi Presiden 2024
Rabu, 20 April 2022 22:10 Wib
MUI haramkan kripto sebagai mata uang dan diperdagangkan
Kamis, 11 November 2021 16:06 Wib
Usai ikuti Ijtima di Gowa, puluhan anggota jamaah tabligh Gorontalo dikarantina
Jumat, 10 April 2020 17:51 Wib
Peserta Ijtima Asia sempat terjatuh sebelum meninggal dunia
Jumat, 20 Maret 2020 22:50 Wib
MUI ingatkan perlu penundaan Ijtima Dunia 2020 di Gowa
Kamis, 19 Maret 2020 8:13 Wib
Komarudin Hidayat nilai wacana NKRI bersyariah pepesan kosong
Selasa, 20 Agustus 2019 23:03 Wib
GNPF ulama belum bersikap soal pertemuan Jokowi - Prabowo
Selasa, 16 Juli 2019 8:44 Wib
Ijtima ulama ke-4 siap digelar di Jakarta, Agustus
Senin, 15 Juli 2019 23:17 Wib