Buruh di Sumsel belum sejahtera

id hari buruh di palembang,hari buruh,may day,1 mei,peringatan may day di palembang,ribuan buruh di dprd sumsel,upah murah

Buruh di Sumsel belum sejahtera

Massa Federasi Serikat Buruh (FSB) Nikeuba yang terafiliasi dengan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) saat peringatan May Day 1 Mei di kantor DPRD Sumsel, Rabu (1/5) (Antara News Sumsel/Aziz Munajar/19)

Palembang (ANTARA) - 50 persen lebih buruh di Provinsi Sumatera Selatan hidupnya belum sejahtera akibat penerapan upah yang belum optimal mengakomodasi  tanggungan buruh.

“Anggota kami di seluruh Sumsel ada 17.000 orang, setengahnya masih hidup di bawah garis kemiskinan, sebab upah saat ini dihitung berdasarkan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) lajang,” kata Ketua DPC Federasi Serikat Buruh (FSB) Nikeuba, Hermawan, saat peringatan May Day di Palembang, Rabu.

Menurutnya KHL harus dihitung sesuai tanggungan buruh, jika buruh lajang maka hitungan KHL lajang, jika buruh telah berkeluarga maka KHL mesti mengakomodir kebutuhan anak dan istri.

Selain itu kenaikan upah minimum ditetapkan minimal berdasarkan perhitungan PDB dan inflasi regional, bukan nasional, serta memaksimalkan kenaikan upah minimum sektoral berdasarkan perundingan.

Buruh menuntut ditetapkanya Upah Minimum Sektoral (UMSK) di tiap kabupaten/kota se-Sumsel, agar upah yang diterima dapat mengimbangi dinamika ekonomi kabupaten/kota setempat.

“Kami menolak upah murah buruh, kami juga ingin dibentuknya dewan pengupahan untuk semua kabupaten/kota di Sumsel,” tambahnya.

Sementara Kepala Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sumsel, Koimuddin, mengatakan upah minimum merupakan ketetapan pemerintah pusat.

“Kawan-kawan buruh tadi sudah menyampaikan ketidak puasanya terhadap upah minimum, nanti akan kami sampaikan ke pemerintah pusat agar ada evaluasi mengenai upah minimum,” ujar dia.

Upah minimun, tambahnya bukan instrumen tunggal dalam mensejahterakan buruh, pemerintah telah meluncurkan BPJS Ketenagakerjaan yang mengakomodasi buruh ketika sakit, kecelakaan, dan meninggal, program ini secara tidak langsung menopang perekonomian buruh.

“Gubernur Sumsel sudah mengeluarkan edaran agar semua perusahaan di provinsi ini mengasuransikan buruhnya termasuk buruh lepas, agar ketika terjadi kondisi darurat maka secara otomatis sistem pembiayaan langsung hadir,” lanjut Koimudin. Berdasarkan kesepakatan dewan pengupahan, UMP Sumsel tahun 2019 mengalami kenaikan 8,03 persen atau sebesar Rp208.048 dari UMP tahun 2018 sebesar Rp2.595.994.