Pensiunan BUMN gugat UU Ombudsman ke MK

id Uji UU Ombudsman, mahkamah konstitusi,msrsudi, mk,menggugat UU 37/2007 tentang Ombudsman,Ombudsman

Pensiunan BUMN gugat UU Ombudsman ke MK

Mahkamah Konstitusi. (mahkamahkonstitusi.go.id)

Jakarta (ANTARA) - Seorang pensiunan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bernama Marsudi yang merasa mengalami malaadministrasi sertifikat tanah, menggugat UU 37/2007 tentang Ombudsman ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Marsudi memohon agar Mahkamah menyatakan materi muatan Pasal 36 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI bertentangan dengan UUD 1945. Adapun ketentuan yang diujikan menyatakan Ombudsman berhak menolak laporan bila tidak terjadi malaadministrasi.

"Saya mengalami kasus konkret, bahwa sebagian tanah milik saya dijadikan fasilitas umum, namun saya tidak mendapatkan ganti rugi," ujar Marsudi di Gedung MK Jakarta, Senin.

Marsudi menjelaskan UU Pokok Agraria menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.

Namun, untuk tanah hak milik yang digunakan untuk kepentingan umum hak atas tanah tersebut dapat dicabut dengan ganti rugi yang layak menurut cara yang diatur dengan undang-undang.

Tetapi Marsudi mengaku tidak mendapatkan ganti rugi dari tanah yang digunakan sebagai fasilitas umum.

"Saya melapor kepada Ombudsman Daerah Istimewa Yogyakarta bahwa telah terjadi malaadministrasi, tetapi laporan dari Surat Keputudan Ombudsman RI menyatakan tidak terjadi malaadministrasi," jelas Marsudi.

Marsudi merasa telah ditipu, karena surat tanah yang dia urus di PPAT merupakan berkas tanah berlaku pribadi.

"Padahal saya membayar pajak atas tanah itu dan saya tidak dapat ganti rugi atas penggunaan fasilitas umum, tapi saya tidak bisa memperjuangkan hak saya atas tanah itu," ujar Marsudi.

Terkait dengan permohonan Marsudi, Hakim Konstitusi Suhartoyo menilai tidak ada pertentangan norma dengan hak konstitusional pemohon dalam perkara Marsudi, sehingga kasus yang dialami Marsudi dapat diupayakan ke pengadilan negeri.

Hal serupa juga diutarakan oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih bahwa dalam perkara ini tidak ditemukan pertentangan norma.

"Apabila yang diajukan adalah kasus konkret, maka bukan kewenangan MK," ujar Enny.