Konflik timah Belanda-Inggris penyebab runtuhnya kesultanan Palembang

id kesultanan palembang,sejarah palembang,masa kesultanan palembang,sultan mahmud badaruddin ii,tambang timah

Konflik timah Belanda-Inggris penyebab runtuhnya kesultanan Palembang

Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (Sumsel) sekaligus Dosen sejarah Universitas Sriwijaya (Unsri)  Dr. Farida Wargadalem. (Antara News Sumsel/Aziz Munajar/19)

....Konflik-konflik saat itu disebabkan faktor eksternal yakni keinginan adik Sultan Mahmud Badaruddin II yang ingin berkuasa....
Palembang (ANTARA) - Konflik perebutan timah di Pulau Bangka yang melibatkan Inggris dan Belanda pada awal abad 19 menjadi sebab runtuhnya Kesultanan Palembang, kata Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (Sumsel) sekaligus Dosen sejarah Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Farida Wargadalem.

Farida Wargadalem di Palembang, Kamis, mengatakan perseteruan antara Inggris, Belanda dan Palembang menjadi konflik terbesar di penghujung kekuasan Kesultanan Palembang sampai dihapuskannya kesultanan.

"Konflik-konflik saat itu disebabkan faktor eksternal yakni keinginan adik Sultan Mahmud Badaruddin II yang ingin berkuasa, sedangkan faktor eksternalnya karena perebutan timah di Pulau Bangka," ujar Dr. Farida Warga dalem saat kuliah umum di Pasca sarjana UIN Raden Fatah Palembang.

Kesultanan Palembang berada di kawasan strategis dalam melakukan hubungan dagang terutama hasil rempah-rempah dengan pihak luar, Kesultanan Palembang juga berkuasa atas wilayah kepulauan Bangka Belitung yang memiliki tambang timah dan telah diperdagangankan sejak abad ke-1

Menurutnya pada saat itu Kesultanan Palembang Darussalam merupakan kesultanan terkaya di Nusantara karena dikenal sebagai penghasil timah terbaik dan terbesar di dunia, sehingga Belanda dan Inggris berebut menguasai Palembang.

Akibatnya terjadi turun naik kekuasaan di dalam Kesultanan, awalnya kekuasaan di pegang Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II, namun begitu Inggris berkuasa dinaikkanlah Sultan Ahmad Najamuddin II oleh Inggris.

SMB II dinaikkan kembali oleh Presiden Robison karena menganggap SMB II tidak bersalah dan memiliki potensi serta sulit ditaklukan, tetapi pengangkatan tersebut hanya satu bulan yakni Juli - Agustus 1813.

"Pangeran Rafles menolak SMB II dan menurunkannya lagi," lanjutnya

Pada 1816 Belanda datang ke Palembang yang saat itu di kuasai Sultan Ahmad Najamuddin II, terjadilah konflik di daerah Ulu Rawas dan dimenangkan Belanda, sementara Ahmad Najamuddin II dibuang dan mengangkat kembali SMB II menjadi penguasa, Inggris pun keluar dari Palembang.

"Tahun 1819 terjadi konflik antara Kesultanan Palembang - Belanda dan dimenangkan Belanda, tapi tiga tahun kemudian Belanda datang lagi menyerang Palembang dengan membawa kembali Sultan Ahmad Najamuddin II serta Pangeran Prabu Anom dari pembuangan," jelas Dr. Farida.

Sultan Ahmad Najamuddin II dan Pangeran Prabu Anom digunakan Belanda untuk memperoleh dukungan warga Palembang, strategi ini berhasil mengalahkan supremasi SMB II, karena kalah akhirnya SMB II dibuang ke Ternate, sementara Kesultanan Palembang dikuasai Pangeran Prabu Anom di bawah kendali Belanda.

Namun pada 1825 Belanda menghapuskan keberadaan Kesultanan Palembang Darussalam yang sudah berkuasa sejak abad 17, alhasil kekayaan timah dikeruk oleh Belanda untuk dijual ke berbagai negara.

"Indonesia dari dulu sampai sekarang ini lahan empuk, perebutan sumber daya alam sudah menjadi muara konflik sejak dulu, sejarah ini hendaknya dijadikan pelajaran untuk kegiatan ekonomi Indonesia, khususnya urusan investasi," lanjutnya.

Ia mengingatkan dalam kegiatan ekonomi yang melibatkan asing agar tetap menunjukkan kedaulatan Indonesia sebagai pemilik SDA serta tidak berada di bawah tekanan, sebab jika tidak maka bukan mustahil sejarah runtuhnya Kesultanan Palembang berulang kepada yang lain.