Garin Nugroho: Saya akan selalu bikin film bertema langka

id Garin Nugroho,Kucumbu Tubuh Indahku,sutradara film,Venice Film Festival 2018,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara

Garin Nugroho: Saya akan selalu bikin film bertema langka

Garin Nugroho. (ANTARA/Alviansyah P)

Jakarta (ANTARA) - Garin Nugroho mengaku akan selalu membuat film dengan tema yang langka, seperti "Kucumbu Tubuh Indahku" yang mengangkat tema seputar sisi maskulin dan feminim pada diri seseorang.

"Saya selalu bikin film yang pertama, saya tidak pernah bikin, dan dua, tema langka dengan sudut pandang langka. Tema-tema yang selalu disebut berbeda dengan sudut pandang berbeda. Karena film ini sangat dekat dengan kebudayaan-kebudayaan di negara Asia," kata Garin dalam pemutaran perdana film "Kucumbu Tubuh Indahku" di Jakarta, Senin.

Film yang sempat tayang di Venice Film Festival 2018 itu bercerita tentang seorang penari Lengger di sebuah desa kecil di Jawa bernama Juno, yang selalu hidup berpindah-pindah dan mendapat perhatian serta kasih sayang dari orang sekelilingnya.

Semua pengalaman yang dilaluinya membuat Juno memiliki sebuah perjalanan hidup yang membawanya pada pemahaman akan keindahan hidup.

"Kan sebetulnya dunia maskulin-feminin yang justru menarik menjadi bagian dari berbagai ruang publik kita. Tapi tubuh yang kita lihat di kelas menengah ke bawah itu langka sekali, UNESCO memilih ini menjadi cultural diversity itu karena merepresentasikan atau film yang mampu menjalin masalah-masalah ini dengan berbagai perspektif budaya karena rata-rata diangkat dari perspektif menengah ke atas," jelas sutradara "Soegija" itu.

Sutradara "Generasi Biru" ini juga tidak takut mengangkat tema maskulin-feminin yang bisa dibilang menjurus ke arah LGBT. Menurutnya, ini adalah sesuatu yang patut untuk didiskusikan.

"Menurut saya tema-tema itu menjadi sebuah tema yang justru menjadi sesuatu hal yang kita bisa diskusikan dan dengan semangat cultural diversity itu," ujarnya.

Garin merasa memiliki insting untuk mengangkat tema khusus menjadi sebuah film. Biasanya, masalah tersebut akan menjadi sesuatu yang akan disorot kemudian hari di Indonesia.

"Saya punya insting membaca apa yang akan menjadi persoalan negeri ini ke depan yang harus diberi tempat untuk didiskusikan. Misalnya Cokroaminoto saja, PETA dan Sarikat Islam dalam berpolitik, kan itu sampai sekarang masih sangat aktual. Begitu juga dengan masalah maskulin feminin ini," tutup Garin.