Jakarta (ANTARA) - Lembaga kajian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai produksi karet nasional masih perlu digenjot karena potensi ekspor komoditas tersebut cukup besar.
Peneliti CIPS Arief Nugraha dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu, mengingatkan berdasarkan data organisasi pangan dan pertanian dunia (FAO), pada tahun 2017 Indonesia merupakan negara penghasil karet terbesar kedua dunia setelah Thailand.
"Sayangnya komoditas karet Indonesia memiliki beberapa permasalahan. Permasalahan yang pertama adalah produktivitas," papar Arief Nugraha.
Data FAO 2017 menunjukkan, Thailand sebagai penghasil karet terbesar dunia memiliki produksi karet sebesar 4.600.000 ton dan diikuti oleh Indonesia yang berada di peringkat kedua dengan produksi sebesar 3.629.544 ton.
Sementara itu Vietnam berada di urutan ketiga dengan 1.094.519 ton. Di antara ketiga negara ini, Indonesia memiliki lahan karet yang paling luas.
Arief menjelaskan, berdasarkan luas lahan tahun 2017, Indonesia berada di peringkat pertama dengan luas area sebesar 3.659.129 ha. Sementara Thailand berada di peringkat kedua dengan luas sebesar 3.146.330 ha dan peringkat ketiga ada Malaysia dengan luas lahan 1.081.889 ha.
Sedangkan untuk luas lahan, Vietnam berada di peringkat 7 dunia dengan luas lahan 653.213 ha.
"Melihat perbandingan luas lahan ini, produktivitas karet Indonesia masih bisa ditingkatkan karena Indonesia yang memiliki lahan paling luas dunia. Dengan lahan seluas itu, setidaknya produktivitas karet Indonesia dapat menyamai Thailand," ungkap Arief.
Menurut dia, salah satu hal yang memengaruhi produktivitas karet Indonesia adalah umur pohon karet di Indonesia yang tergolong sudah tua.
Umur pohon karet biasanya sudah lebih dari 10 tahun dan tidak produktif, sehingga saat ini tanaman karet di Indonesia dinilai membutuhkan peremajaan dengan perlunya ditanam klon-klon yang unggul.
"Klon adalah pembuatan bibit tanaman dengan tujuan untuk mendapatkan sifat-sifat yang unggul dari induknya. Saat ini, lanjutnya, dari total keseluruhan luas lahan karet, baru sekitar 60 persen yang baru menggunakan tanaman klon unggul. Sementara di Thailand sudah 100 persen menggunakan klon yang unggul," ucapnya.
Indonesia mulai mengurangi ekspor karet alam sebesar 98.160 ton secara bertahap per 1 April 2019 sebagai upaya memperbaiki harga komoditas tersebut, yang masih berada di level rendah.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kementerian Perdagangan Kasan Muhri mengatakan penurunan volume ekspor Indonesia ini merupakan implementasi dari kebijakan Agreed Export Tonnage Scheme (AETS) Ke-6.
Kebijakan ini merupakan hasil keputusan dari pertemuan International Tripartite Rubber Council (ITRC) yang diinisiasi tiga negara produsen karet dunia, yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand.
Berita Terkait
Tiga tersangka pembunuhan berencana di OKU terancam hukuman mati
Kamis, 7 Maret 2024 13:49 Wib
Berawal sengketa lahan pekarangan rumah, penyadap karet tewas ditusuk
Rabu, 6 Maret 2024 18:09 Wib
Polres OKU tetapkan tersangka kasus pembunuhan berencana di Desa Kedaton
Senin, 4 Maret 2024 17:26 Wib
Jembatan putus, BPBD bantu warga Muratara seberangi sungai dengan perahu karet
Jumat, 12 Januari 2024 15:06 Wib
Mengunyah permen karet bisa bantu berhenti merokok?
Selasa, 9 Januari 2024 14:30 Wib
Warga OKU beraktivitas gunakan perahu akibat banjir
Rabu, 6 Desember 2023 16:08 Wib
Karhutla tewaskan penyadap karet di Trenggalek
Sabtu, 4 November 2023 6:33 Wib
Basarnas temukan jasad korban tenggelam di Sungai Ogan
Sabtu, 26 Agustus 2023 9:16 Wib