Walhi sebut ancaman keluar dari kesepakatan Paris sebagai bentuk kepanikan

id walhi,sawit,ktt paris,kelapa sawit,petani sawit,cpo

Walhi sebut ancaman keluar dari kesepakatan Paris sebagai bentuk kepanikan

Manager Kampanye Keadilan Iklim Walhi Yuyun Harmono (Antara/Virna)

....Konsekuensi bagi kita yang perlu dijalankan sekarang ya Reforma Agraria....
Jakarta (ANTARA) - Manager Kampanye Keadilan Iklim Walhi Yuyun Harmono menyebut pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan bahwa Indonesia akan keluar dari Kesepakatan Paris sebagai bentuk kepanikan.

Luhut dalam acara seminar mengenai pengembangan industri sawit di Jakarta pada Rabu (27/3) mengatakan Indonesia akan merespons keputusan Komisi Eropa mengenai sawit dengan mengikuti langkah Amerika Serikat mundur dari Kesepakatan Paris.
 
"Ini panik sih menurut saya," kata Yuyun saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Yuyun mengatakan Delegated Act yang diadopsi Komisi Eropa pada 13 Maret 2019, yang mencakup kriteria bahan baku dari alih fungsi lahan tak langsung untuk biofuel, merupakan perubahan menarik.

Uni Eropa, ia melanjutkan, lewat peraturan tersebut menetapkan batasan petani sawit skala kecil yang tak terkait langsung dengan usaha inti plasma kelapa sawit adalah yang memiliki lahan tidak lebih dari dua hektare (ha) dan hak atas lahannya jelas.

"Jadi sebenarnya petani sawit skala kecil masih bisa akses (pasar Eropa). Konsekuensi bagi kita yang perlu dijalankan sekarang ya Reforma Agraria," ujar Yuyun.

Uni Eropa, lanjutnya, memang bukan hanya mempermasalahkan konflik sosial dan lingkungan untuk produksi minyak sawit, tapi juga soal kepemilikan lahan petani sawit.

Walhi, menurut dia, memang menentang upaya Uni Eropa menurunkan emisi gas rumah kaca dengan biofuel jika negara asal minyak nabati justru naik emisinya. "Ya kalau direvisi ya oke dong. Itu namanya kebijakan korektif".

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman sebelumnya membantah perkebunan kelapa sawit merupakan penyebab terbesar deforestasi atau perubahan fungsi lahan hutan menjadi non-hutan seperti yang dilaporkan Uni Eropa.

"Laporan Uni Eropa mengenai deforestasi, sawit itu kontribusinya paling kecil untuk deforestasi, sekarang kita sudah moratorium. Kita juga harus ada food security, harus punya lahan untuk ketahanan pangan itu," kata Luhut, menambahkan kelapa sawit hanya butuh kurang dari satu hektare lahan untuk memproduksi satu ton minyak nabati.