Zuriat Palembang minta tunda peresmian nama Masjid Agung

id zuriat palembang,tugu,Masjid Sultan Mahmud Badaruddin,budayawan,viral

Zuriat Palembang minta tunda peresmian nama Masjid Agung

Tugu Masjid Sultan Mahmud Badaruddin yang baru, Rabu (30/1) (ANTARA News Sumsel/Aziz Munajar/EM/19)

Palembang (ANTARA News Sumsel) - Persatuan Zuriat (Putra Putri) Sultan-Sultan Palembang Darussalam) meminta peresmian nama baru Masjid Agung Palembang  ditunda karena banyak kesalahan dan diantaranya fatal. 

Sebelumnya Pengurus Yayasan Masjid Agung (YMA) telah menetapkan nama Masjid Agung Palembang menjadi Masjid Sultan Badaruddin dan akan diresmikan oleh Gubernur Sumsel Herman Deru Sabtu mendatang (2/2), namun penamaan tersebut menuai protes dari zuriat, budayawan serta sejarawan.

"Kami Zuriat Palembang dengan tegas menolak penamaan Masjid Sultan Mahmud Badaruddin karena adanya salah tafsir pengurus YMA, seharusnya nama yang ditulis benar adalah Masjid Sultan Mahmud Badaruddin I (satu), jadi kami minta peresmian ditunda sampai dikoreksi dengan benar," kata Ketua Ketua Persatuan Zuriat Palembang Iskandar Sulaiman, Rabu.

Menurutnya penamaan Masjid Sultan Mahmud Badaruddin diketahui merujuk pada sejarah jika yang membangun pertama kali Masjid tersebut adalah Sultan Mahmud Badaruddin Joyo Wikramo (SMB I) pada pertengahan abad ke 18. 

Tetapi jika pengurus tidak menuliskan embel-embel I (satu) di belakang nama Sultan Mahmud Badaruddin, maka akan terjadi multitafsir jika yang membangun Masjid Agung tersebut ialah Sultan Mahmud Badaruddin II (dua), karena masyarakat umumnya lebih familiar dengan SMB II. 

Sedangkan pengurus YMA menganggap jika nama Masjid Sultan Mahmud Badaruddin sudah mewakili kedua sultan (SMB I - SMB II), sehingga tidak perlu diubah lagi, lanjutnya.

"Kalau pengurus menganggap SMB I - SMB II tidak bermasalah digabung dalam satu nama, maka itu sama saja tidak menghargai SMB I, sebab peran SMB I sebagai pembangun pertama sangat besar, apalagi SMB I ke SMB II berjarak tiga generasi, cukup jauh, jadi tidak bisa di samakan," ujar Iskandar Sulaiman.

Selain itu pihaknya meminta logo Bank Mandiri yang mensponsori renovasi Masjid Agung agar tidak berada di sisi kanan atau sejajar dengan nama masjid.

"Nanti saat dibaca orang jadinya Masjid Mandiri Sultan Mahmud Badarudin, itu tambah salah lagi, lebih baik dipindahkan ke titik lain," tegas Iskandar Sulaiman.

Sementara Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (Sumsel) sekaligus Dosen sejarah Universitas Sriwijaya (Unsri)  Dr Farida Wargadalem berpendapat penamaan nama Masjid bersejarah tidak bisa dianggap remeh, apalagi Masjid Agung Palembang termasuk masjid nasional.

"Di dalam naskah-naskah memang tidak ada SMB I -  SMB II, embel-embel I dan II adalah sebagai tanda masa kekuasaan, namun pengurus YMA berpendapat nama Sultan Mahmud Badarudin telah mewakili keduanya, ini yang fatal, sebab sejarah tidak bisa diwakilkan," jelas Dr Farida Wargadalem.

Dia menerangkan penamaan Masjid Agung Sultan Mahmud Badarudin nampak keliru, efeknya bisa menghilangkan peran, identitas dan sejarah, karena nama adalah 'brand image' yang fungsinya mendidik masyarakat generasi penerus, jika sejarah dibuat rancu akan menimbulkan banyak tafsir ke depannya.

Selain nama masjid, kesalahan juga terdapat pada prasasti di dekat tugu nama Masjid Agung, setelah diamati ternyata beberapa pernyataan keliru.

"Pertama, di prasasti mengatakan Masjid Agung Palembang dibangun oleh Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo bin Sultan Muhammad Mansyur bin Sultan Susuhunan Abdurrahman Candi Walang. Apa dasarnya penambahan Candi Walang? karena Candi Walang adalah nama tempat, bukan nama orang, ini fatal," tegas Dr Farida.

Kedua lanjutnya, di prasasti mengatakan Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo bergelar Khalifatul mukminin sayyidul imam, padahal yang mendapat gelar tersebut adalah Sultan Susuhunan Abdurrahman, orang yang membangkitkan Kota Palembang pasca serangan VOC Belanda.

Ketiga, di prasasti mengatakan bentuk masjid agung saat ini merupakan bentuk aslinya saat pertama dibangun, Dr Farida mempertanyakan bentuk asli yang dimaksud dalam prasasti, karena beberapa bagian dan aset asli masjid agung nyatanya sudah hilang.

Ditambahkan lagi oleh Budayawan Palembang Vebri Al-lintani jika  kumpulan dari beberapa forum seperti Persatuan Zuriat Palembang, Masyarakat Sejarawan Indonesia, Forum Broyot palembang, Angkatan Muda Sriwijaya, Yayasan Kesultanan, Aliansi Zuriat Masyarakat Palembang  Darussalam dan lainnya, telah mengirimkan surat minta  peresmian nama masjid agung ditunda.

"Kami sudah layangkan surat ke Gubernur Sumsel, Wali Kota Palembang, DPRD Sumsel, Bank Mandiri dan YMA agar peresmian ditunda sampai nama masjid agung, letak logo, serta isi prasasti dibenari. Jika ternyata aspirasi kami tidak digubris, mungkin akan ada aksi besar-besaran atau lewat jalur hukum," jelas Vebri.