GMKH Sumsel minta ketua MA mundur

id ketua ma,mahkamah agung,demo,pengadilan,hakim

GMKH Sumsel minta ketua MA mundur

Arsip - pelantikan hakim agung - Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali (kiri) melantik Hakim Agung baru di Sekretariat Mahkamah Agung, Jakarta. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Palembang (ANTARA News Sumsel) - Gerakan Masyarakat Kritis Hukum (GMKH) Sumatera Selatan meminta Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mundur karena dianggap  tidak mampu mengemban kepercayaan publik untuk melakukan perbaikan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada pengadilan.

Tuntutan tersebut buntut dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait Jual-Beli putusan perkara perdata dengan barang bukti uang senilai 47.000 Dolar Singapura sebagai mahar untuk mempengaruhi putusan pada Rabu 28 November 2018, selanjutnya ditetapkan 2 hakim PN Jaksel, 1 orang pengacara, 1 orang Panitera PN Jaktim dan 1 orang pihak swasta sebagai tersangka.

"Kejadian OTT Hakim ini merupakan permasalahan  sangat serius yang tidak mampu diemban oleh Mahkamah Agung, sejak awal reformasi semangat perbaikan pengadilan dan sistem peradilan menjadi isu utama dalam pembangunan sistem hukum di Indonesia," kata Ketua Gerakan Masyarakat Kritis Hukum (GMKH) Sumsel Turiman, Jumat. 

Menurutnya hakim adalah organ pengadilan yang dianggap memahami hukum, dipundaknya telah diletakkan kewajiban dan tanggung jawab agar hukum serta keadilan itu ditegakkan, baik  berdasarkan kepada tertulis atau tidak tertulis.

Dia menerangkan sampai  saat ini 18 kali oknum Hakim terjerat korupsi, kemungkinan terus bertambah lagi jika MA masih beranggapan telah melakukan segalanya untuk mencegah korupsi terulang lagi, hal tersebut hanya  memunculkan opini besar akan hilangnya rasa percaya masyarakat kepada sistem peradilan di Indonesia.

Permasalahan lainnya kata Turiman, MA tidak cukup obyektif melihat gejolak dinamika peluang terjadinya praktik korupsi di internal lembaganya, hal tersebut berujung menjatuhkan wibawa dan citra lembaga peradilan, selain itu dengan membawahi sebanyak 8.000 (delapan ribu) lebih hakim, sangat dibutuhkan keseriuasan, profesionalisme, kedisiplinan, moralitas, dan tanggung jawab besar.

"Hal terpenting adalah tidak mengabaikan prinsip ketidakberpihakan dan  prinsip integritas, kami mewakili suara masyarakat Sumsel juga mengecam segala bentuk tindakan suap, pungli, gratifikasi terkait penanganan perkara oleh siapapun, terlebih oleh aparat penegak hukum itu sendiri," ujar Turiman.

Selain meminta Ketua MA mundur, pihaknya juga meminta Presiden, DPR dan MPR menguatkan komitmen konkret  perbaikan dan perubahan sistem peradilan khususnya di lingkungan MA.

"Kami menyarankan Mahkamah Agung agar bisa selalu membuka diri dan menerima masukan atau kritikan dari stake holder terkait seperti Komisi Yudisial, KPK, Ombudsman dan organisasi masyarakat sipil lainnya," jelas Turiman.

Dia berharap para pengacara, jaksa, panitera dan hakim sebisa mungkin  menghindari tindakan penyuapan, pemerasan maupun pungutan liar  dalam setiap proses hukum, dan para pelaku tindak pidana korupsi seharusnya diberikan hukuman pemberatan, apalagi dilakukan oleh aparat penegak hukum.