Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers Ade Wahyudin mengatakan bahwa fenomena kriminalisasi terhadap narasumber berita merupakan hal yang berbahasa bagi kebebasan pers dan perlu dihentikan.
"Apabila kasus kriminalisasi terhadap narasumber berita terus terjadi, tidak menutup kemungkinan akan terjadi keadaan di mana masyarakat enggan berkomentar karena takut, dan bila ini terus terjadi maka kebebasan pers akan semakin buram," ujar Ade dalam diskusi di Jakarta, Selasa.
Ade menyebut fenomena kriminalisasi narasumber, setelah beberapa narasumber berita dipidanakan menggunakan UU ITE, karena pernyataannya.
"Kriminalisasi terhadap narasumber berita bisa dianggap sebagai intervensi terhadap independensi ruang redaksi," tambah Ade.
Ade menambahkan kondisi ini menjadikan narasumber berita menjadi takut memberikan pernyataan kritis terhadap isu-isu politik dan hukum.
Publik akan kehilangan akses pada informasi yang mendalam, karena narasumber sudah melakukan sensor mandiri dalam pernyataannya, ucap Ade.
"Peran vital pers sebagai pengawas publik dapar terganggu dan kemampuan pers untuk memberikan informasi yang akurat dan handal dapat terkena dampak yang jelas merugikan," tegas Ade.
LBH Pers mencatat setiap tahun sejak 2015 terdapat sejumlah narasumber berita yang dilaporkan menggunakan UU ITE atas pernyataannya di media nasional.
Adapun beberapa narasumber tersebut adalah; aktivis antikorupsi Adnan Topan dan Emerson Junto yang dilaporkan pada 2015, aktivis Indonesia Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar yang dilaporkan pada 2016, aktivis antikorupsi Donald Fariz yang dilaporkan pada 2017, dan di tahun 2018 terdapat juru bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi.
Ade menyebut fenomena kriminalisasi narasumber, setelah beberapa narasumber berita dipidanakan menggunakan UU ITE, karena pernyataannya.
"Kriminalisasi terhadap narasumber berita bisa dianggap sebagai intervensi terhadap independensi ruang redaksi," tambah Ade.
Ade menambahkan kondisi ini menjadikan narasumber berita menjadi takut memberikan pernyataan kritis terhadap isu-isu politik dan hukum.
Publik akan kehilangan akses pada informasi yang mendalam, karena narasumber sudah melakukan sensor mandiri dalam pernyataannya, ucap Ade.
"Peran vital pers sebagai pengawas publik dapar terganggu dan kemampuan pers untuk memberikan informasi yang akurat dan handal dapat terkena dampak yang jelas merugikan," tegas Ade.
LBH Pers mencatat setiap tahun sejak 2015 terdapat sejumlah narasumber berita yang dilaporkan menggunakan UU ITE atas pernyataannya di media nasional.
Adapun beberapa narasumber tersebut adalah; aktivis antikorupsi Adnan Topan dan Emerson Junto yang dilaporkan pada 2015, aktivis Indonesia Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar yang dilaporkan pada 2016, aktivis antikorupsi Donald Fariz yang dilaporkan pada 2017, dan di tahun 2018 terdapat juru bicara Komisi Yudisial Farid Wajdi.