Idrus akui minta uang ke Kotjo

id idrus marham,KPK,korupsi,suap

Idrus akui minta uang ke Kotjo

Mantan Menteri Sosial Idrus Marham (kanan) berjalan meninggalkan ruangan seusai seusai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Jumat (7/9). Mantan Sekjen Partai Golkar itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 dengan tersangka tersangka Eni Saragih dan Johannes Budiarso Kotjo. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/EM/18)

Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Mantan Menteri Sosil Idrus Marham mengakui meminta uang ke pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo karena permintaan anggota Komisi VII DPR dari fraksi Golkar Eni Maulani Saragih.

"Kepentingan saya ketemu Bang Kotjo karena saat ketemu Bang Kotjo sebelumnya juga saya janji akan ada bantuan dari Pak Kotjo dan akan ada bantuan Sofyan Basir, tapi jawaban Pak Kotjo, Bu Eni maaf 'cash flow' saya terganggu karena mau lebaran, karena sudah bicara begitu, tadinya saya mau bicara soal uang jadi tidak jadi," kata Idrus di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Idrus menjadi saksi untuk pemegang saham Blakgold Natural Resources Ltd Johanes Budisutrisno Kotjo yang didakwa memberikan hadiah atau janji kepada Wakil Ketua Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Golkar (saat itu) Idrus Marham senilai Rp4,75 miliar terkait pengurusan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 (PLTU MT RIAU-1).

Dalam dakwaan Kotjo disebutkan pada 27 Mei 2018, Eni mengirimkan "whatsapp" untuk meminta sejumlah Rp10 miliar guna keperluan pilkada suami Eni Maulani yang mencalonkan diri menjadi Bupati Temanggung.

Uang itu diperhitungkan dengan 'fee' yang akan diberikan setelah proyek PLTU MT RIAU-1 berhasil, namun Kotjo menolak dengan mengatakan "saat ini cashflow lg seret".

"Tapi Eni ini terus mendesak saya untuk bicara ke Kotjo. Untuk menghidari desakan itu, saya ngomong ke Eni 'Sudahlah Eni, saya sudah kenal Kotjo lama, kalau dia mengatakan tidak ya tidak, meski saya yang hubungi dia, tapi karena didesak terus akhirnya saya kirim 'whatsapp' juga ke Bang Kotjo," tambah Idrus.

Whatsapp tertanggal 8 Juli 2018 yang dikirimkan Idrus ke Kotjo adalah "Dinda Eni butuh bantuan untuk kemenangan bang, sangat berharga bantuan abang". Namun Kotjo membalasnya dengan mengatakan "Maaf bang Idrus sudah saya usahakan semalam juga sama bang, timingnya kurang tepat, kita pengusaha waktu-waktu ini pasti berat cash flownya begitu". 
 
"Setelah itu komunikasi tersebut apakah saudara mengontak Eni lagi?" tanya jaksa KPK Ronald Worotikan.

"Ada sebelumnya Eni berulang kali menelepon saya untuk mengajak bertemu dengan Kotjo, tapi saya mengatakan tidak bisa," jawab Idrus berkelit. 

Namun JPU KPK lalu memutarkan rekaman percakapan Idrus dengan Eni pada tanggal yang sama.

   Eni: sudah tanda tangan semua bang 
   Idrus: ya sudah
   Eni: Sudah enggak ada lagi, dia enggak bisa mengelak juga Chinanya itu bang
   Idrus: udah bebas? 
   Eni: Iya sudah berartikan mainnya Pak itu saja 
   Idrus : Saya sebentar, saya baca yang ke Pak ini, wah kurang asem ini
   Eni : apa bang?
   Idrus : "maaf bang minta untuk bantuan pemenangan sangat berarti bantaun Bang Kotjo". "Maaf bang Idrus sudah saya usahakan semalam juga sama bang, timingnya kurang tepat, kita pengusaha waktu-waktu ini pasti berat cash flownya begitu".
   Eni: Aduh gila bang
   Idrus: nanti kita ngomong
   Eni: Oke Oke bang Oke
   Idrus: saya coba dianukan cari cara 

   "Apakah ini maksudnya PLTU Riau 1?" tanya jaksa Ronald.
   "Tidak tahu, Eni ngerocos lompat-lompat," jawab Idrus.
   "Maksudnya 'enggak bisa mengelak juga Chinanya itu' apa?" tanya jaksa Ronald.
   "Saya tidak tahu nanti di beberapa percakapan saya mengalihkan kembali lagi," jawab Idrus.
   "Detik ke 57 kurang asem?" tanya jaksa.
   "Ingin meyakinkan Eni kalau tidak mungkin bisa, karena saya didesak terus, Eni minta tolong agar saya bicara ke tempat lain, tapi kenyataannya tidak karena saat lebaran Eni juga minta uang ke saya," ungkap Idrus berdalih.