Terorisme tidak dapat ditangani sendiri, tutur dia, sehingga Indonesia harus bekerja sama dengan negara tetangga dalam konteks penanganan ini, meski informasi utama tetap di Indonesia.
Our Eyes yang akan dijadikan sebagai platform kawasan untuk saling bertukar informasi intelijen yang diawali dari ASEAN dapat memantau mobilisasi aktivitas teroris lintas negara.
Najib menyebut sebagian besar kelompok terorisme di Asia Tenggara berbasis di Indonesia atau dari Indonesia sehingga pemerintah tidak dapat menutup diri untuk mengatasi masalah itu tanpa negara lain.
Selama ini berbagi informasi untuk kontra radikalisme antarnegara ASEAN dinilainya belum efektif. Bahkan untuk dalam negeri pun disebutnya belum menjalankan kebijakan berbagi informasi karena ego sektoral dan kompetisi antarlembaga.
"Selama ini belum efektif, jadi memang platformnya sudah ada, tetapi belum berjalan," kata Najib.
Untuk itu, agar platform Our Eyes menjadi bentuk nyata, menurut dia kesepakatan tersebut perlu terus dikawal dan didorong agar dapat berbagi informasi secara substansial.
Sementara itu, ia memperkirakan gerakan terorisme di Asia Tenggara paling berdinamika di Indonesia, yakni Poso dan NTB dan Filipina, berikutnya Thailand bagian selatan.
Konsep Our Eyes sudah diinisiai oleh Menhan Ryamizard Ryacudu sejak tahun lalu. Pada awal tahun 2018, tiga negara ASEAN yaitu Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand telah sepakat menggunakan konsep tersebut.
Selanjutnya saat ASEAN Defense Ministers' Meeting (ADMM) Plus di Singapura, Sabtu (20/10), menteri pertahanan se-ASEAN menyepakati untuk mengadopsi konsep Our Eyes tersebut.