Ujian warga Lombok saat Idul Adha

id Pengungsi lombok,Gempa lombok,Sholat ied

Ujian warga Lombok saat Idul Adha

Warga Desa Kekait, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat mengikuti shalat Idul Adha 1439 H di lapangan Posko Pengungsian pada Rabu (22/08/2018). (ANTARA/Dewanto Samodro)

Lombok (ANTARA News Sumsel) - "Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar, laa illaa haillallahuwallaahuakbar Allahu akbar walillaahil hamd".
 
Suara takbir berkumandang di Posko Pengungsian Desa Kekait, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, mengajak para warga terdampak gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat untuk bersiap mengikuti shalat Idul Adha.

Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, sebagian warga Lombok, seperti di Desa Kekait, harus mengikuti shalat Idul Adha di antara tenda-tenda tempat mereka tinggal sementara.

"Kita yakin bila Allah mencintai hambanya, pasti akan menguji sejauh mana ketebalan iman dan ketabahan kita menghadapi ujian," kata Kepala Desa Kekait Ustadz H Muhammad Zaini ketika memberikan sambutan sebelum pelaksanaan shalat Idul Adha 1439 H.

Zaini mengatakan biasanya shalat hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha dilaksanakan di Masjid Baiturrahman. Karena terdampak gempa, shalat Idul Adha dilaksanakan di tanah lapang tempat tenda-tenda sementara didirikan.

Jangankan shalat di dalam masjid. Masuk ke rumah sendiri saja warga tidak berani. Banyak rumah yang roboh karena gempa. Beberapa masih berdiri, dengan kondisi yang rusak.

"Kali ini kita shalat di lapangan di samping tenda-tenda. Kita menghindari istilah pengungsian," katanya.

Menurut Zaini, penduduk Desa Kekait mencapai 2.590-an kepala keluarga. Seluruhnya saat ini tinggal sementara di tenda-tenda. Terhitung, sudah 17 hari lamanya mereka tinggal di tenda-tenda sementara.

"Mudah-mudahan ini salah satu ujian kita dari Allah," ujarnya.

Tentu banyak hal berbeda yang harus dirasakan warga saat tinggal di tenda-tenda sementara dengan saat kondisi normal.

Dalam kondisi normal, mereka bisa tinggal di rumah masing-masing yang mungkin hanya dihuni satu kepala keluarga.

Di tenda-tenda sementara, tidak sedikit yang harus berbagi dengan kepala keluarga yang lain. Itu pun dengan kesederhanaan.

"Kita bersama-sama dalam kehidupan yang bersahaja. Mudah-mudahan kekompakan yang sudah kita galang sebelumnya, semakin mantap," tuturnya.

Jaelani, salah satu warga Dusun Kekait Taibah, mengatakan shalat Idul Adha yang diselenggarakan merupakan kerja sama antara warga dengan relawan.

Warga ingin tetap melaksanakan shalat Idul Adha. Karena tidak bisa mengadakan shalat di Masjid Baiturrahman, akhirnya shalat Idul Adha diadakan di lapangan posko pengungsian.

"Upacara 17 Agustus kemarin juga di lapangan ini," katanya sambil menunjuk tiang bendera yang mengibarkan bendera Merah Putih.

Meskipun tinggal di pengungsian, warga Desa Kekait juga dapat menikmati daging kurban. Menurut Zaini, terdapat 29 ekor sapi yang merupakan bantuan dari berbagai pihak.

Sapi-sapi tersebut sudah disalurkan ke berbagai dusun yang ada di wilayah Desa Kekait, meskipun salah satu sapi dilaporkan sempat terlepas.

Seusai shalat Idul Adha yang diimami Ustadz H Anis Abdul Hadi SAg, jamaah kemudian mendengarkan khotbah dari Ustadz H Islahuddin Zein Lc MA. Di awal khotbahnya, khatib mengajak jamaah untuk tetap bersyukur di tengah keadaan setelah dihantam bencana.

"Mari kita tetap bersyukur kepada Allah karena masih diberi nikmat iman dan Islam, serta masih bisa bernafas merayakan Idul Adha," tuturnya.

Islahuddin mengatakan dua hari raya umat Islam, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha memiliki makna ilahiah, yaitu hubungan manusia dengan Tuhan, dan makna insaniah, yaitu hubungan dengan sesama makhluk Tuhan.

Dalam perayaan Idul Adha misalnya, umat Islam disyariatkan untuk berkurban. Tujuan dari kurban adalah melapangkan diri sendiri, keluarga, tetangga dan kaum dhuafa di lingkungannya.

"Islam tidak mengajarkan kita untuk kenyang sendiri, sementara ada saudara kita yang kelaparan. Dengan berkurban, kita dapat berbagi dan merasakan apa yang dialami orang lain," katanya.

Hikmah utama dari berkurban, kata Islahuddin, adalah agar umat Islam memiliki jiwa berkurban. menurut dia, tidak ada kesuksesan tanpa pengorbanan.

Hikmah kedua dari berkurban pada Idul Adha adalah mengabadikan peristiwa agung antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail tanpa dibatasi ruang dan waktu.

"Hikmah ketiga adalah kita harus bersiap mengorban sesuatu yang kita cintai, yaitu kepentingan pribadi, demi kepentingan yang lebih besar," jelasnya.

Hikmah keempat, berkurban merupakan bentuk ketakwaan kepada Allah SWT. Pada dasarnya manusia adalah makhluk istimewa yang memiliki kehendak sendiri, tetapi tetap harus mengikuti kehendak Allah SWT untuk berkurban.

Hikmah kelima dari kurban pada hari raya Idul Adha adalah untuk menghilangkan kebiasaan orang-orang terdahulu yang mengorbankan manusia kepada dewa-dewa yang mereka sembah.

"Karena itu, kurban umat Islam adalah binatang ternak, bukan manusia," ujarnya.

Hikmah terakhir, Islahuddin mengatakan perayaan Idul Adha mengingatkan umat Islam untuk bersatu, yaitu satu dalam beribadah, satu dalam sumber hukum, satu barisan, satu kekuatan dan satu tujuan.

Seusai shalat dan khutbah Idul Adha, Kepala Desa H Muhammad Zaini mengajak warga dibantu relawan untuk mulai membangun Desa Kekait yang lebih baik daripada sebelumnya.

"Alhamdulillah situasi berangsur-angsur mulai membaik. Kita mulai dengan menghilangkan jejak-jejak gempa seperti puing-puing sebagai salah satu langkah," katanya.

Zaini mengatakan warga dan relawan akan dibagi menjadi beberapa kelompok untuk menata kembali Desa kekait. Lorong-lorong yang sebelumnya diabaikan, akan difungsikan kembali.

Lingkungan desa akan ditata menjadi lebih baik dan pelayanan kepada masyarakat juga akan diperbaiki.

"Setelah ini kita bergegas dengan kegiatan-kegiatan berikutnya. Bangunan sekolah jangan dirusak. Kita keluarkan dulu perabot-perabot yang masih bermanfaat, baru kita pakai alat berat atau manual," katanya.

Zaini mengatakan di atas bekas bangunan sekolah tersebut, akan didirikan tenda yang difungsikan sebagai tempat belajar darurat bagi anak-anak Desa Kekait.

Menurut Zaini, relawan dari Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah berpengalaman menghadapi gempa dan bencana sudah mengajarkan warga desa untuk membangun tenda-tenda dengan memanfaatkan barang-barang yang tersedia, termasuk dari puing-puing bangunan.

"Kita tidak akan bisa memecahkan masalah sendiri. Kebersamaan kita saat ini untuk merajut kebersamaan kita di masa depan," tuturnya.