Harga garam jatuh, hanya Rp760 per kilogram

id garam,harga garam

Harga garam jatuh, hanya Rp760 per kilogram

Petani garam (FOTO ANTARA)

Jepara (ANTARA News Sumsel) -  Sejumlah petani garam di di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, mengeluhkan rendahnya harga jual garam di tingkat petani, menjadi hanya Rp760 per kilogram dari sebelumnya Rp2.000 per  kilogram, di tengah biaya produksi cenderung meningkat.

Petani garam di Kecamatan Kedung, Kabupaten Jepara, Adi, di Jepara, Jawa Tengah Senin, mengatakan harga jual garam saat ini hanya berkisar Rp65.000 per tombong atau keranjang anyaman bambu dengan kapasitas 85 kilogram.

"Artinya, setiap kilogramnya hanya berkisar Rp760. Pada awal mulai panen pada bulan Juli 2018 harganya masih tinggi karena mencapai Rp2.000 per kilogramnya atau Rp175.000 per tombong," ujarnya.

Selain harga jual garam yang mengalami penurunan tajam, kata dia, harga sewa lahan justru meningkat.

Lahan yang dikelolanya saat ini, kata dia, tarif sewanya per tahun mencapai Rp14 juta, sedangkan sebelumnya tidak mencapai belasan juta.

Untuk bersaing di pasaran, lanjut dia, dalam memproduksi garam juga dituntut menggunakan geomembran sehingga petani masih harus terbebani dengan biaya pembelian geomembran yang harganya mencapai Rp4,1 juta untuk setiap 100 meter.

Garam yang diproduksi tanpa menggunakan geomembran, katanya, kurang laku di pasaran dengan alasan selain tidak berkualitas, warnanya yang tidak putih kurang menjadi daya tarik pembeli.

Suyanto, petani garam lainnya mengakui hal yang sama bahwa harga jual garam saat ini turun tajam, setelah sebelumnya sempat mencapai Rp170.000 per tombong, sedangkan saat ini hanya laku antara Rp70.000 hingga Rp75.000 per tombong.

Meskipun demikian, dia mengaku masih bersyukur karena harga jual garam tidak sampai turun tajam seperti tahun-tahun sebelumnya, karena per tombong hanya dihargai Rp30.000.

Karena saat ini biaya produksinya juga semakin tinggi, dia berharap, pemerintah turun tangan untuk menstabilkan harga jual garam petani agar tidak sampai membuat petani mengalami kerugian.

"Minimal tidak ada garam impor di pasaran saat petani tengah panen garam. Jika ada garam impor, dipastikan harga jual garam lokal akan jatuh dan berpotensi merugikan petani," ujarnya.

Kehadiran teknologi produksi garam menggunakan geomembran, kata dia, memang sangat membantu, terutama dalam hal produktivitas semakin meningkat.

Dalam jangka waktu tidak sampai sepekan, kata dia, petani garam sudah bisa panen, terlebih kondisinya terik seperti sekarang.

Sekali panen, dia mengaku, bisa menghasilkan garam hingga 21 tombong atau 1,78 ton garam.

Hanya saja, kata dia, untuk bisa menghasilkan garam dalam jumlah banyak, selain didukung cuaca yang terik juga harus didukung dengan ketersediaan airnya.