Prof Kaelan: Amandemen konstitusi harus sangat hati-hati

id Prof Dr Kaelan MS,amandemen uu,berita sumsel,berita palembang,berita antara,UUD 1945

Prof Kaelan: Amandemen konstitusi harus sangat hati-hati

Ilustrasi (ANTARANews Sumsel/Grafis/18)

Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Guru besar Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada Yogyakarta Prof Dr Kaelan MS mengingatkan agar wacana amandemen konstitusi disikapi dengan sangat berhati-hati. "Amandemen konstitusi yang salah langkah maka dapat membuat NKRI jadi terpecah-pecah menjadi beberapa negara. Ini kemungkinan yang sangat tidak diharapkan," kata Kaelan pada diskusi Polemik dan Ngobrol Bersama Tokoh "Apa Kata Mereka tentang Konstitusi Indonesia" di Kalibata, Jakarta, Sabtu.

Menurut Kaelan, dalam masyarakat berkembang beberapa pandangan soal usulan amandemen konstitusi, tapi usulan ini harus disikapi secara bijaksana dengan pertimbangan menyeluruh. Jika MPR RI melakukan amandemen konstitusi, dia mengusulkan agar dikembalikan ke UUD 1945 dengan perbaikan melalui adendum. "Kalau amandemen konstitusi dilakukan tanpa adendum dan membuat yang baru, maka berisiko negara Indonesia bisa terpecah-pecah," katanya.

Mantan Wakil Ketua MPR RI Ahmad Farhan Hamid menilai, MPR periode 2009-2014 menerbitkan rekomendasi usulan amandemen konstitusi. Dalam masyarakat tumbuh tiga pandangan berbeda soal usulan amandemen konstitusi.

Yakni kelompok yang berpandangan perlunya kembali ke UUD 1945 asli, kelompok yang berpandangan perlunya perubahan atau amendemen kelima UUD NRI 1945 serta kelompok yang berpandangan tidak perlu ada perubahan UUD NRI 1945.

Menurut dia, rekomendasi tersebut ditindaklanjuti MPR RI periode 2014-2019 yang kemudian, Badan Kajian serta Lembaga Kajian MR RI, dan banyak mencari masukan dari berbagai elemen bangsa Indonesia.

Pakar ekonomi Didik J Rachbini menambahkan, dalam sistem ketatanegaraan pada era reformasi saat ini ada yang kurang "pas" dalam penerapan kebijakan. Hal itu adalah arah pembangunan nasional ditentukan berdasarkan visi dan misi presiden pada saat kampanye.

Sedangkan aturan teknis dalam undang-undang dibuat bersama oleh DPR RI dan Pemerintah. "Dalam penerapannya sering terjadi kurang sinkron," katanya.