Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan sikap Presiden soal Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP yang akan memperlemah pemberantasan korupsi.
KPK menilai terdapat sejumlah persoalan yang dianggap berisiko bagi KPK ataupun pemberantasan korupsi ke depan jika tindak pidana korupsi masuk ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Presiden pernah beberapa kali mencegah pelemahan terhadap KPK, baik terkait rencana revisi UU KPK yang tidak jadi dilakukan ataupun hal lain," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis.
Pihaknya mengharapkan saat ini ketika pemberantasan korupsi terancam kembali jika RUU KUHP disahkan, Presiden dapat kembali memberikan sikap yang tegas untuk mengeluarkan delik korupsi dari RUU KUHP itu.
"Menyusun penguatan pengaturan delik korupsi melalui revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jauh lebih baik. Ditambah sejumlah aturan lain yang dibutuhkan seperti pembatasan transaksi tunai, perampasan aset, dan lain-lain," ucap Febri.
Menurut dia, menempatkan korupsi sebagai kejahatan biasa dengan meletakkannya di KUHP, ancaman pidana yang lebih rendah, dan keringanan hukuman utk perbuatan-perbuatan percobaan dapat membawa Indonesia berjalan mundur dalam pemberantasan korupsi.
"Kita semestinya belajar dari bagaimana sikap negara menyikapi peristiwa terorisme yang terjadi di beberapa daerah baru-baru ini. DPR bersama Presiden telah melakukan pengesahan UU Terorisme sebagai UU khusus, bukan justru memilih memasukan aturan tersebut di RUU KUHP yang juga memuat delik terorisme," ujarnya.
Sementara itu, kata dia, terkait dengan pertanyaan yang beredar di publik agar pihak-pihak yg keberatan dengan RUU KUHP ini nantinya mengajukan uji publik atau "judicial review" ke Mahkamah Konstitusi setelah pengesahan, pihaknya pun sangat menyayangkan.
"Karena justru saat ini jika pemerintah dan DPR bersedia membuka diri untuk tidak memaksakan pengaturan delik korupsi di RUU KUHP, maka risiko pelemahan pemberantasan korupsi tidak perlu terjadi," ungkap Febri.
KPK pun telah mengirimkan lima surat kepada Presiden, Ketua Panja RKUHP DPR, dan Kemenkumham yang pada prinsipnya menyatakan sikap KPK menolak dimasukkannya tindak pidana khusus, termasuk tindak pidana korupsi ke dalam RKUHP dan meminta agar tindak pidana korupsi seluruhnya tetap diatur dalam UU khusus di luar KUHP.
Sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo berjanji institusinya segera menyelesaikan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi UU dan akan menjadi kado Hari Ulang Tahun kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus mendatang.
"Kami juga melaporkan RUU KUHP sedang berjalan. Kami targetkan untuk memberikan hadiah kepada bangsa ini di tepat HUT RI nanti kita selesaikan ini dengan baik," kata Bambang saat memberikan sambutan dalam kegiatan buka puasa bersama dengan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berserta jajaran menteri di rumah dinasnya, Jakarta, Senin (28/5).
Dia berharap ketika 17 Agustus atau bertepatan pada hari kemerdekaan, Indonesia memiliki panduan hukum dengan KUHP baru.
Berita Terkait
Cerita Febri Sumantri dan PTBA dorong transformasi Desa Keban Agung
Sabtu, 28 Oktober 2023 18:42 Wib
Kuasa hukum sebut SYL ditangkap, bukan dijemput paksa
Jumat, 13 Oktober 2023 8:03 Wib
Pengacara sebut KPK tak izinkan dirinya dampingi Syahrul Yasin Limpo
Jumat, 13 Oktober 2023 8:02 Wib
Presiden sudah dapat informasi Syahrul Yasin Limpo di Indonesia
Kamis, 5 Oktober 2023 13:50 Wib
KPK periksa dua eks pegawai soal temuan dokumen di kasus Kementan
Selasa, 3 Oktober 2023 16:22 Wib
Dua eks pegawai KPK dipanggil sebagai saksi kasus korupsi di Kementan
Senin, 2 Oktober 2023 12:20 Wib
Polisi selidiki peristiwa pembakaran orang hidup-hidup di Penjaringan
Kamis, 5 Januari 2023 11:10 Wib
Mantan Jubir KPK Febri Diansyah jadi pengacara Ferdy Sambo tuai beragam tanggapan
Kamis, 29 September 2022 23:59 Wib