Kemenkeu: Perlemahan rupiah tidak terlalu dalam

id Suahasil Nazara,rupiah,berita palembang,berita antara,berita sumsel,kurs rupiah,ekonomi indonesia

Kemenkeu: Perlemahan rupiah tidak terlalu dalam

Tumpukan uang Rupiah. (ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma)

Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengatakan perlemahan nilai tukar terhadap dolar AS yang sedang terjadi saat ini tidak terlalu dalam dibandingkan negara-negara berkembang lainnya.

"Kita bersyukur tidak terlalu dalam karena memang dalam kondisi seperti ini perbandingan antara negara menjadi sangat penting," kata Suahasil di Jakarta, Rabu.

Suahasil mengatakan fenomena volatilitas kurs tidak hanya dialami oleh Indonesia, namun juga dialami oleh banyak negara, sebagai respon pelaku pasar dari perbaikan ekonomi di AS.

Dalam situasi saat ini, menurut Suahasil, kondisi Indonesia masih lebih baik karena pemerintah secara konsisten telah melaksanakan reformasi dalam bidang ekonomi yang berkelanjutan.

"Kalau tidak membikin reformasi, tidak membangun infrastruktur, tidak membangun perlindungan sosial yang baik, kita akan 'volatile'," katanya.

Suahasil menyebutkan berbagai negara seperti Argentina dan Turki yang tidak memiliki fundamental ekonomi yang baik sehingga mata uangnya rentan terhadap penguatan dolar AS.

"Kalau Indonesia kurang baik, tapi mempunyai reformasi yang bisa dipercaya, Indonesia akan ada di posisi yang lebih baik," jelasnya.

Sebelumnya, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu pagi, bergerak melemah sebesar 30 poin menjadi Rp14.073 dibandingkan posisi sebelumnya Rp14.043 per dolar AS.

Analis Binaartha Sekuritas Reza Priyambada di Jakarta mengatakan minimnya sentimen positif yang beredar di dalam negeri membuat pergerakan nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar AS.

Selain itu, pelaku pasar juga merespon pernyataan salah satu anggota Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) Raphael Bostic yang menyakini adanya kenaikan suku bunga The Fed pada tahun ini sebanyak tiga kali.

"Perekonomian AS yang dinilai cenderung membaik menyebabkan tekanan inflasi akan meningkat sehingga perlu diredam dengan kenaikan suku bunga," katanya.