Jakarta (ANTARA News Sumsel) - Pengamat ekonomi energi Marwan Batubara menyarankan kepada pemerintah untuk meningkatkan subsidi BBM dari APBN guna mempertahakan program "BBM satu harga".
"Pemerintah sebenarnya memiliki opsi untuk menerapkan kebijakan populis tanpa harus mengorbankan BUMN, yakni mempertahankan harga BBM tidak naik dengan meningkatkan dana subsidi BBM di APBN," kata Marwan kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Marwan yang juga menjabat Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) menjelaskan pilihan lain adalah memberlakukan harga BBM dalam koridor batas atas dan batas bawah, bersamaan dengan penerapan dana stabilisasi dan sistem subsidi tepat sasaran.
Dengan begitu, kemampuan keuangan PT Pertamina tetap terjaga untuk mengembangkan bisnis dan melaksanakan RDMP (pengembangan kilang), dan GRR (pengembangan megaproyek) sehingga ketahanan energi meningkat.
"Terserah opsi mana yang dipilih, namun minimal kami menuntut agar pemerintah mengakhiri kebijakan populis ilegal yang merusak BUMN secara semena-mena, hanya karena sedang berkuasa," katanya.
Pendapat tersebut didasarkan karena akan menghambat kemampuan BUMN menyediakan energi secara berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional yang saat ini sangat rendah, jika mempertahankan BBM satu harga namun tidak meningkatkan subsidi.
Marwan berpendapat dengan mempertahankan harga BBM tetap hingga 2019, pemerintah telah melanggar ketentuan dalam peraturan yang dibuat sendiri pada Perpres No.191/2014, bahwa harga BBM dievaluasi setiap bulan sesuai perubahan harga minyak dunia dan kurs.
"Bahkan sejak April 2016, saat Pemilu 2019 masih jauh, pemerintah pun telah membekukan harga BBM. Padahal harga minyak dunia telah naik dan secara gradual terus merangkak naik. Sehingga, gap antara harga BBM umum dengan solar dan premium menjadi semakin besar," katanya.
Kemudian, penugasan kepada BUMN untuk menjual BBM di bawah harga keekonomian telah melanggar UU No.19/2003 tentang BUMN. Pasal 66 UU tersebut mengatur bahwa setiap penugasan pemerintah untuk kemanfaatan umum (PSO) harus tetap mematuhi maksud dan tujuan BUMN.
Jika penugasan tersebut tidak bersifat keekonomian, maka seluruh biaya harus ditanggung oleh pemerintah ditambah marjin keuntungan.
Faktanya pelanggaran peraturan seperti ini telah menjadi temuan BPK pada kasus distribusi LPG 12kg tahun 2011-2012 yang dijual di bawah harga keekonomian dan merugikan Pertamina sekitar Rp7,73 triliun.
Namun, terlepas dari kebijakan yang dinilai memiliki tujuan politis, Marwan mengapresiasi bahwa hal tersebut memang diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat dan mengontrol laju inflasi.
Berita Terkait
Bandara Palembang prediksi ada 152.229 penumpang selama masa lebaran
Kamis, 28 Maret 2024 18:11 Wib
BPJAMSOSTEK tingkatkan peran pemda melalui pemberian Paritrana Award
Kamis, 28 Maret 2024 17:34 Wib
Mendag selidiki kembalinya perdagangan pakaian bekas impor
Kamis, 28 Maret 2024 15:15 Wib
"Carbon capture storage" berpeluang jadi bisnis baru
Kamis, 28 Maret 2024 11:18 Wib
BI dan perbankan bukakuota penukaran rupiah 5.000 orang per hari
Kamis, 28 Maret 2024 11:03 Wib
Harga emas Antam naik jadi Rp1,222 juta per gram
Kamis, 28 Maret 2024 9:09 Wib