Telaah - Wajib Gunakan Rel Layang Terpadu

id telaah,lrt,rlt,rel layang terpadu,kereta api ringan,padanan bahasa indonesia lrt

Telaah - Wajib Gunakan Rel Layang Terpadu

Muhamad Nasir (dok. M Nasir)

....Kalau saja belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia, barangkali masih bisa ditoleransi. Karena kini Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa telah mengeluarkan padanannya, tentu semua anak bangsa ini wajib menggunakan padanan tersebut....
Menjadi tuan rumah Asian Games 2018 bagi Indonesia tentu kebanggaan. Begitu pun bagi daerah yang menjadi tempat pelaksanaan 40 cabang olahraga yang dipertandingkan di pesta olahraga se-Asia tersebut, yakni Jakarta dan Palembang.

Begitu pula, tersedianya fasilitas transportasi yang modern, rel layang terpadu (RLT). Proyek triliunan rupiah di Palembang dan Jakarta ini tentu sangat membanggakan. Mencirikan kota maju dengan transportasi umum yang canggih. Memang tidak membuat heboh, tetapi harus disadari bahwa penggunaan kata asing yang sudah ada padanan kata dalam bahasa Indonesia merupakan kewajiban.

Penyebutan LRT yang singkatan dari "light rail transit", kemudian dilafalkan dalam bunyi bahasa asalnya el ar ti, misalnya, harusnya tidak ada lagi. Mestinya digantikan dengan RLT yang merupakan singkatan dari rel layang terpadu. Ini sesuai dengan ketetapan yang dikeluarkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.

Bangga sebagai tuan rumah Asian Games 2018 dengan fasilitas transportasi yang benar-benar khusus, tentu akan bertambah kalau kebanggaan terhadap bahasa Indonesia tercermin dari ketaatan terhadap Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.

Rasa bangga yang dirasakan, tergambar dari pernyataan pejabat di daerah sampai pusat, kemudian dipublikasikan melalui media massa.

Sayangnya, media massa dan pejabat publik yang dikutip pun masih memilih singkatan LRT (ligt rail transit) daripada padanannya yang telah ditetapkan, RLT (rel layang terpadu).

Media massa dan pejabat publik masih menggunakan istilah asing dalam tulisan maupun pernyataannya, baik media cetak, elektronik, maupun media siber.

Kalau saja belum ada padanannya dalam bahasa Indonesia, barangkali masih bisa ditoleransi. Karena kini Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa telah mengeluarkan padanannya, tentu semua anak bangsa ini wajib menggunakan padanan tersebut. Hal ini berlaku pula penggunaan singkatan MRT (mass rapid transit) yang telah ditetapkan padanannya moda raya terpadu (MRT).

Saat belum ada UU No. 24/2009, penggunaan bahasa Indonesia hanya bersandar pada sikap positif dan negatif penggunanya. Bagi yang bersikap positif, diharapkan peduli dan taat asas. Akan tetapi, yang punya sikap negatif tentu sulit diharapkan mereka bisa taat asas. Kini, sejak ada UU yang mengatur tentang bahasa, tentu sebagai warga negara harus patuh pada ketentuan yang berlalu.

Sesuai dengan UU tersebut, dalam Pasal 39 disebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa.

Tentunya dimaksud dalam aturan ini termasuk juga dalam penggunan lema yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang. Dalam hal ini disebutkan lembaga yang berwenang mengatur tentang persoalan kebahasaan adalah Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Hanya saja, memang aturan kebahasaan ini memang tidak disertai dengan sanksi.

Tidak ada sanksi bagi yang tidak melaksanakan UU tersebut. Di situ hanya disebutkan wajib. Kalau kita buka Kamus Besar Bahasa  Indonesia (KBBI) daring, lema "wajib" bermakna harus dilakukan; tidak boleh tidak dilaksanakan (ditinggalkan): seorang muslim wajib salat lima kali dalam sehari semalam  v sudah semestinya; harus: kalau kita ingin berhasil dalam usaha, kita wajib berikhtiar.

Oleh karena itu, kembali kepada kita sebagai warga negara tentu harus, tidak boleh tidak dilaksanakan. Padanan dalam bahasa Indonesia wajib dilaksanakan.

Sebelum dipublikasikan di media, para pejabat publik pun, di situasi resmi atapun tidak resmi juga wajib menggunakan padanan kata yang sudah ada dalam bahasa Indonesia. Ketika dikutip oleh wartawan dan dipublikasikan, yang tersiar adalah padanan bahasa Indonesia.

Pejabat pun dalam UU tersebut diwajibkan menggunakan bahasa Indonesia, terutama dalam situasi resmi. Sangat disayangkan kalau para pejabat terkait ketika memberikan informasi tentang sarana transportasi Asian Games 2018 masih menggunakan LRT. Padahal, sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, yakni RLT.

Soal padanan ini, karena RLT adalah singkatan dalam bahasa Indonesia, penyebutannya menggunakan bunyi sesuai huruf dalam bahasa Indonesia. Kalau LRT dibaca el ar te. Kalau RLT dibaca menjadi er el te. Begitu pula MRT, kalau singkatan dalam bahasa Indonesia, dibacanya em er te, bukan em ar ti.
    
              Kereta Api Ringan
Sebelum padanan rel layang terpadu ditetapkan, sebenarnya sudah ada padanan yang telah digunakan dalam peraturan dan UU, yakni kereta api ringan yang kalau disingkat menjadi KAR sebagai padanan dari LRT.

Berdasarkan telusuran penulis, kata ini digunakan dalam Perpres No. 98/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di Wilayah ..., Perpres No. 65/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden No. 98/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di ..., dan Perpres No. 49/2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden No. 98/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Kereta Api Ringan/Light Rail Transit Terintegrasi di ....

Selain itu, juga dalam Kepmenhub No. KP 377/2018 tentang Penetapan Trase Jalur Kereta Api Ringan/Light Rail Transit (LRT) terintegrarasi .... Dari tahun 2015 hingga 2018 istilah kereta api ringan sudah disandingkan dan digunakan dalam peraturan dan undang-undang.

Ini tentu karena pemerintah mengacu pada Bab III tentang Bahasa Pasal 26 yang menyebutkan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan.

Hanya saja, padanan kereta api ringan sepertinya tidak dipilih. Para pejabat yang kemudian dikutip media massa pun sepertinya lebih memilih kata asalnya, LRT. Entah apa penyebabnya. Mungkin karena proses pengindonesiaannya yang dirasa kurang pas.

Karena sangat jauh berbeda antara kata aslinya LRT dan istilah kereta api ringan. Unsur kereta api memang tidak ada dalam  bahasa asalnya. Sementara kalau padanan yang telah disiarkan dan ditetapkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa rasanya lebih mendekati dalam pengindonesiaan kata per katanya.

Light rail transit kalau diindonesiakan secara langsung menjadi layang kereta terpadu. Karena pola bahasa Indonesia dikenal pola D-M (diterangkan-menerangkan), padanan kata yang pas adalah rel layang terpadu.

Kini, dengan ditetapkannya rel layang terpadu (RLT) sebagai padanan dari light rail trapid (RLT), tentu tidak ada pilihan lain harus, tidak boleh tidak, pengguna bahasa Indonesia harus mengikuti ketetapan ini.

Lokakarya Pemutakhiran Kamus Besar Bahasa Indonesia, 9 April 2018, di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Indonesia, menetapkan beberapa padanan kata asing ke dalam bahasa Indonesia, terutama beberapa kata yang berhubungan dengan iptek maupun transportasi yang sering digunakan, termasuk di antaranya  kata rel layang terpadu (RLT) untuk padanan kata light rail transit (LRT).  

               Peran Media
Terkait dengan penggunaan istilah dari bahasa asing yang sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, sebenarnya bergantung juga pada peran media massa. Dengan perannya sebagai acuan, padanan yang ditetapkan kalau sering digunakan di media massa akan menjadi dikenal dan akan dipilih oleh pengguna bahasa Indonesia secara luas.

Tidak sedikit sebenarnya, padanan kata yang ditetapkan seperti sangkil dan mangkus untuk pengganti efektif dan efisien. Kudapan untuk padanan kata "snack". Namun, nasib padanan kata ini kemudian justru tenggelam dan tidak banyak dikenal.

Seperti dikutip dari salah satu laman, contoh kalimat "petani menggunakan traktor agar lebih efektif dan efisien dalam menggarap sawah" pasti terdengar sangat wajar bagi pengguna bahasa Indonesia.

Namun, bagaimana dengan kalimat "petani menggunakan traktor agar lebih mangkus dan sangkil dalam menggarap sawah" tentu kalimat tersebut sangat tidak akrab bagi pengguna bahasa Indonesia. Mangkus merupakan sebuah kata yang memiliki arti "berhasil guna", sedangkan sangkil memiliki arti "berdaya guna".

Kedua kata tersebut telah tergantikan dengan kata efektif dan efisien dalam penggunaan bahasa Indonesia. Efektif merupakan kata serapan bahasa Inggris, yakni "effective" yang berarti berhasil guna, sedangkan efisien juga merupakan kata serapan bahasa Inggris, yakni "efficient" yang berarti berdaya guna.

Efektif dan efisien merupakan kata yang telah terdapat di dalam KBBI. Hal ini menunjukkan bahwa kata efektif dan efisien merupakan kata baku dalam bahasa Indonesia. Demikian pula, mengkus dan sangkil. Kata tersebut juga telah masuk sebagai lema dalam KBBI.

Lantas mengapa efektif dan efisien justru lebih akrab bagi pengguna bahasa Indonesia daripada mangkus dan sangkil? Padahal, mangkus dan sangkil telah disosialisasikan oleh para ahli bahasa agar digunakan sebagai padanan kata efektif dan efisien. Jawabannya adalah kata-kata tersebut jarang digunakan di media massa, termasuk kata kudapan sebagai padanan kata "snack".

Mangkus dan sangkil merupakan kosa kata yang dapat dikatakan bernasib tragis karena hampir tidak pernah digunakan dalam komunikasi bahasa Indonesia. Jangan sampai mangkus dan sangkil punah karena sama sekali tidak pernah digunakan oleh pengguna bahasa Indonesia.

Bagaimanapun juga mangkus dan sangkil adalah kosa kata yang memperkaya bahasa Indonesia. Jangan sampai ada anggapan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang tidak memenuhi kebutuhan berbahasa karena dalam penggunaannya, bahasa Indonesia lebih didominasi oleh kosakata asing daripada perbendaharaan kata bahasa Indonesia.

Tampaknya pengguna bahasa Indonesia cenderung lebih menyukai penggunaan bahasa yang diserap dari kata asing daripada bahasa yang bersal dari Indonesia.

Hal ini tidak hanya berlaku bagi mangkus dan sangkil, tetapi juga beberapa kata lainnya, misalnya kata "upload", "download", dan "website". Ketiga kata terakhir ini memiliki padanan kata dalam bahasa Indonesia, yakni "unggah", "unduh", dan "laman".  Begitu pula, lema "selfie" yang padanannya swafoto, "mass rapid transit" padanannya MRT (moda raya terpadu), "light rail transit" (LRT) padanannya RLT (rel layang terpadu), "attachment" padanannya lampiran, "browser" padanannya peramban, "copy" dan "paste" padanannya salin dan tempel, "noise" padanannya derau, "scan" padanannya pindai, "online" padanannya daring, dan "offline" padanannya luring.

Padanan kata-kata di atas terdapat dalam KBBI daring yang telah disiarkan sejak 28 Oktober 2016 dan terakhir dimutakhirkan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa pada tanggal 2 April 2018.

Kita tentu tidak ingin kata sangkil dan mangkus yang tenggelam diikuti oleh padanan kata yang kini telah ditetapkan untuk mengganti kata asing. Akan sangat baik tentunya kalau kita bisa memilih lema yang sudah ada padanannnya dalam bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia makin jaya.

Mari gunakan bahasa Indonesia dan patuhi UU No. 24/2009 yang mewajibkan warga negara Indonesia menggunakan bahasa Indonesia sesuai dengan aturan.

*) Penulis adalah Dosen Universitas PGRI Palembang dan Kandidat Doktor Linguistik Terapan Universitas Negeri Jakarta (UNJ)

(T.A041/B/D. Kliwantoro)